
Aksi demonstrasi di Semarang pada Senin, 26 Agustus 2024, yang menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menerbitkan Peraturan KPU sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pilkada, berakhir dalam kericuhan. Unjuk rasa di DPRD Semarang ini dihadapi dengan gas air mata dan tindakan kekerasan oleh aparat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak agar polisi menghentikan penggunaan kekerasan dalam pengamanan dan menerapkan pendekatan yang lebih humanis dan terukur. Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, juga menekankan perlunya memberikan akses bantuan hukum kepada peserta aksi yang ditangkap, sebagai bagian dari hak atas keadilan.
Komnas HAM mengimbau semua pihak untuk menggunakan hak asasi mereka dengan bertanggung jawab dan menjaga situasi keamanan tetap kondusif, demi menjaga ruang demokrasi yang sehat.
Menurut laporan Kompas.id, demonstrasi di Semarang juga mencakup tuntutan agar KPU segera mengeluarkan Peraturan KPU terkait Pilkada 2024, penolakan terhadap revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI/Polri, permintaan agar DPR mengesahkan RUU Perampasan Aset, serta penolakan terhadap perampasan ruang hidup di Jawa Tengah. Tim Hukum Gerakan Rakyat Jawa Tengah Menggugat (Geram), Fajar M Andhika, melaporkan bahwa puluhan peserta aksi mengalami tindakan represif oleh polisi, termasuk pemukulan, penendangan, dan cekikan. Penggunaan gas air mata juga menyebabkan beberapa orang mengalami sesak napas, dengan total 33 orang mengalami luka-luka, sesak napas, dan pingsan. Belasan di antaranya harus dirawat di rumah sakit terdekat.
penulis : alea putri marta