Pertamina Hormati Proses Hukum Kasus Korupsi: Transparansi dan Akuntabilitas dalam Tata Kelola Minyak Mentah

Pertamina dan Kasus Korupsi Minyak Mentah: Apa yang Terjadi?
Kasus tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa dugaan korupsi ini telah merugikan negara lebih dari Rp193,7 triliun.
Sebagai perusahaan energi nasional, Pertamina menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan aparat hukum, sembari tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Artikel ini akan membahas secara mendalam peran Pertamina dalam kasus ini, transparansi bisnisnya, serta pentingnya Good Corporate Governance (GCG) dalam mencegah praktik korupsi.
Sikap Pertamina terhadap Proses Hukum
1. Pernyataan Resmi dari Pertamina
Dalam pernyataan resminya pada Selasa (25/2), VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menyatakan bahwa Pertamina menghormati Kejaksaan Agung dalam menjalankan tugas serta kewenangannya.
“Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,” ujar Fadjar.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Pertamina Grup berkomitmen menjalankan bisnis dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sejalan dengan standar Good Corporate Governance (GCG) serta peraturan yang berlaku.
2. Peran Direksi dan Karyawan dalam Kasus Ini
Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka, yang terdiri dari empat karyawan Pertamina dan tiga pihak swasta. Para tersangka ini diduga terlibat dalam berbagai pelanggaran yang menyebabkan kerugian negara besar-besaran.
Berikut adalah daftar tersangka dari internal Pertamina:
- RS – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- SDS – Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- YF – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- AP – VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional
Sementara tiga tersangka lainnya berasal dari sektor swasta:
- MKAN – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
- DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
- YRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Mera
Rincian Dugaan Kerugian Negara
Menurut Kejaksaan Agung, kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini mencapai Rp193,7 triliun. Kerugian tersebut berasal dari berbagai aspek, di antaranya:
- Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri
- Kerugian impor minyak mentah melalui broker
- Kerugian impor BBM melalui broker
- Kerugian pemberian kompensasi
- Kerugian subsidi akibat lonjakan harga minyak
Kejaksaan Agung memastikan bahwa proses hukum akan dilakukan secara transparan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini.
Pentingnya Good Corporate Governance (GCG) dalam Bisnis Pertamina
Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di sektor energi, Pertamina wajib menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap operasionalnya. Prinsip GCG yang baik dapat mencegah praktik korupsi dan memastikan bahwa perusahaan beroperasi sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Prinsip utama dalam Good Corporate Governance meliputi:
- Transparansi – Menyediakan informasi yang jelas dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan.
- Akuntabilitas – Memastikan bahwa setiap tindakan memiliki pertanggungjawaban yang jelas.
- Responsibilitas – Menjalankan kewajiban sesuai dengan regulasi yang berlaku.
- Independensi – Menghindari konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan.
- Fairness – Menjamin perlakuan yang adil bagi semua pihak terkait.
Dengan penerapan GCG yang ketat, diharapkan kasus-kasus korupsi semacam ini tidak terulang kembali di masa mendatang.
Kesimpulan
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina menjadi salah satu skandal terbesar yang mencoreng industri energi nasional. Dengan total kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun, pemerintah melalui Kejaksaan Agung terus berupaya mengusut tuntas kasus ini.
Di sisi lain, Pertamina menegaskan komitmennya untuk mendukung proses hukum serta menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan standar GCG. Masyarakat diharapkan tetap mengawasi jalannya penyelidikan dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak bahwa pentingnya literasi informasi dan transparansi dalam dunia bisnis adalah kunci utama untuk mencegah praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat luas.
penulis zanuar farel cristian