Permintaan Maaf Ketua RW Jembatan Lima Usai Minta THR Rp 1 Juta ke 40 Perusahaan
Jakarta, 15 Maret 2025 – Ketua RW 02 Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat, telah mengajukan permintaan maaf secara resmi setelah tersebarnya surat edaran yang meminta tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 1 juta kepada sekitar 40 perusahaan yang beroperasi di wilayahnya. Setelah mendapatkan teguran dari pihak kelurahan dan kecamatan, ia menarik kembali surat edaran tersebut.
Kronologi Permintaan THR oleh Ketua RW 02 Jembatan Lima
Permintaan THR kepada perusahaan-perusahaan di lingkungan RW 02 Jembatan Lima mulai mencuat setelah beredarnya surat edaran yang meminta dana sebesar Rp 1 juta per perusahaan. Ketua RW beralasan bahwa permintaan ini dilakukan untuk membantu kegiatan sosial dan operasional RW selama bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri.
Namun, langkah tersebut menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk masyarakat setempat, aparat pemerintah, dan kalangan pengusaha. Camat Tambora, Holi Susanto, menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah memberikan teguran tertulis kepada Ketua RW.
Respons Pemerintah dan Tindakan Tegas
Pihak Kecamatan Tambora segera memanggil Ketua RW 02 untuk memberikan klarifikasi terkait permintaan THR tersebut. Dalam pertemuan dengan Lurah Jembatan Lima, Ketua RW mengakui bahwa tindakan tersebut tidak mendapat persetujuan dari pihak kelurahan dan merupakan inisiatif pribadi. Sebagai tindak lanjut, surat edaran tersebut resmi ditarik.
Kapolsek Tambora, Kompol Kukuh Islami, juga mengonfirmasi bahwa Ketua RW telah diperiksa untuk memastikan tidak ada unsur pemaksaan atau pemerasan dalam permintaan THR tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana karena tidak ada unsur paksaan terhadap perusahaan yang menerima surat edaran tersebut.
Tradisi atau Pelanggaran?
Menurut pengakuan Ketua RW, praktik meminta THR kepada perusahaan sudah berlangsung selama beberapa tahun. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah tradisi ini masih relevan atau justru bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Sejumlah pihak menilai bahwa meskipun tujuannya adalah untuk mendukung kegiatan masyarakat, meminta dana secara kolektif tanpa persetujuan resmi dari otoritas terkait dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.
Ahli hukum dari Universitas Indonesia, Dr. Bambang Santoso, menjelaskan bahwa dalam hukum pidana, suatu tindakan bisa dianggap sebagai pemerasan jika ada unsur paksaan yang membuat pihak yang diminta merasa terpaksa untuk memberikan sesuatu. Dalam kasus ini, karena tidak ada indikasi paksaan, maka tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Kasus ini juga berdampak pada hubungan antara masyarakat dan perusahaan yang beroperasi di Jembatan Lima. Beberapa pengusaha merasa keberatan dengan permintaan THR tersebut karena tidak ada dasar hukum yang mengharuskan mereka memberikan kontribusi finansial kepada RW. Namun, ada juga perusahaan yang secara sukarela memberikan dana untuk mendukung kegiatan sosial di lingkungan mereka.
Beberapa warga setempat menyatakan bahwa dana yang dikumpulkan dari perusahaan selama ini telah digunakan untuk berbagai kegiatan positif seperti santunan anak yatim, perbaikan infrastruktur kecil di lingkungan RW, serta kegiatan sosial lainnya. Namun, mereka juga menyadari bahwa metode penggalangan dana harus dilakukan dengan cara yang lebih transparan dan sesuai dengan aturan.
Pelajaran dari Kasus Ini
Kasus permintaan THR oleh Ketua RW Jembatan Lima menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana sosial. Pemerintah setempat dapat mempertimbangkan untuk membuat regulasi yang lebih jelas mengenai penggalangan dana oleh komunitas agar tidak menimbulkan kontroversi di kemudian hari.
Sebagai solusi, Ketua RW disarankan untuk berkoordinasi dengan kelurahan dan kecamatan sebelum mengajukan permintaan dana kepada pihak swasta. Alternatif lain adalah melalui program corporate social responsibility (CSR) yang lebih terorganisir sehingga tidak menimbulkan kesan pungutan wajib bagi perusahaan.
Kesimpulan
Permintaan THR oleh Ketua RW 02 Jembatan Lima telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Meskipun niat awalnya adalah untuk mendukung kegiatan sosial, metode yang digunakan dianggap tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Permintaan maaf dan penarikan surat edaran menjadi langkah yang tepat untuk menghindari kesalahpahaman lebih lanjut.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap kebijakan atau permintaan yang melibatkan dana publik atau pihak swasta harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan regulasi yang ada.
Penulis: M. Rizki