Alasan Molornya Proses Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, akhirnya angkat bicara terkait keterlambatan ekstradisi buron kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, dari Singapura. Hingga kini, pemulangan Tannos masih mengalami kendala hukum karena sistem peradilan di Singapura yang berbeda dengan Indonesia. Dalam sistem hukum negara tersebut, seseorang yang terancam diekstradisi memiliki hak untuk mengajukan perlawanan hukum sebelum dikirim ke negara pemohon.
Perbedaan Sistem Hukum Antara Indonesia dan Singapura
Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa Paulus Tannos saat ini masih menjalani mekanisme penuntutan di Singapura. Hal ini menjadi alasan utama yang menyebabkan proses ekstradisi molor.
“Karena sistem hukum yang ada di negara Singapura itu berbeda dengan kita, maka yang bersangkutan saat ini sedang dalam proses penuntutan,” kata Setyo pada Rabu, 5 Maret 2025.
Proses hukum ini harus ditempuh terlebih dahulu oleh otoritas hukum di Indonesia sebelum bisa memulangkan Tannos. Setelah adanya keputusan dari pengadilan Singapura, baru dapat ditentukan apakah ekstradisi bisa dilakukan atau tidak.
Permohonan Ekstradisi yang Sudah Diajukan
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah mengajukan permohonan ekstradisi kepada Singapura melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Permohonan ini diterima oleh Kejaksaan Agung Singapura, yang kemudian membawa kasus ini ke pengadilan.
Namun, Tannos memilih untuk melawan upaya ekstradisi ini. Dia telah menyewa pengacara baru dan menempuh jalur hukum di Singapura untuk menghindari pemulangan ke Indonesia.
Menurut Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, proses ekstradisi bergantung pada keputusan pengadilan setempat. Apabila pengadilan menyetujui permintaan Indonesia, maka Tannos akan segera dipulangkan. Namun, jika pengadilan menolak, maka upaya ekstradisi bisa semakin berlarut-larut.
“Kasusnya akan dibawa ke pengadilan untuk dimintakan keputusan mengenai ekstradisi,” kata Suryopratomo.
Identitas Paulus Tannos dan Status Kewarganegaraan
Paulus Tannos, yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021, diduga memiliki paspor diplomatik dari Guinea-Bissau. Namun, Kementerian Luar Negeri Singapura menegaskan bahwa mereka tidak mengakui paspor tersebut dan tidak memberikan kekebalan hukum kepada Tannos.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, juga menegaskan bahwa Tannos masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Meskipun dia telah dua kali mencoba untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia, upayanya tidak berhasil karena dokumen yang diajukan tidak lengkap.
“Status kewarganegaraan atas nama Tjhin Thian Po alias Paulus Tannos itu masih berstatus sebagai warga negara Indonesia,” ujar Supratman.
Dengan demikian, Tannos tetap bisa diproses secara hukum oleh Indonesia dan tidak bisa berlindung di bawah status kewarganegaraan asing.
Tantangan dalam Proses Ekstradisi
Meski pemerintah Indonesia optimistis dalam mengekstradisi Paulus Tannos, ada sejumlah tantangan yang membuat proses ini tidak mudah:
- Perlawanan Hukum oleh Tannos
- Dengan menyewa pengacara baru, Tannos berusaha mencari celah hukum untuk menghindari ekstradisi.
- Sistem Hukum Singapura yang Independen
- Pemerintah Singapura tidak bisa serta-merta mengabulkan permintaan ekstradisi tanpa melalui pengadilan.
- Proses Administrasi yang Panjang
- Meskipun Kejaksaan Agung Singapura telah menerima permohonan ekstradisi, putusan pengadilan bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Langkah Selanjutnya dari Pemerintah Indonesia
KPK dan Kemenlu menyatakan bahwa mereka akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan siap memberikan dukungan jika diperlukan. Sementara itu, proses ekstradisi masih menunggu putusan pengadilan Singapura.
Setyo Budiyanto menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan menyerah dalam membawa pulang Tannos untuk menghadapi proses hukum di tanah air. Pihaknya juga berharap bahwa proses hukum di Singapura dapat berjalan transparan dan sesuai dengan kesepakatan ekstradisi antara kedua negara.
Kesimpulan
Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura masih mengalami berbagai hambatan, terutama terkait perbedaan sistem hukum dan perlawanan hukum yang diajukan oleh Tannos sendiri. Meski begitu, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk memulangkan buronan kasus korupsi e-KTP ini. Semua pihak kini menunggu keputusan dari pengadilan Singapura, yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan ekstradisi ini.
Penulis: M. Rizki