Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui berbagai program dan kebijakan baru. Salah satu upaya tersebut adalah penerapan AKM dalam pendidikan, yang merupakan singkatan dari Asesmen Kompetensi Minimum. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang apa itu AKM, tujuan penerapannya, serta dampaknya terhadap sistem pendidikan di Indonesia.

Apa Itu AKM (Asesmen Kompetensi Minimum)?

Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah bentuk penilaian yang digunakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengukur kompetensi dasar siswa di tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah (SMP dan SMA). Berbeda dengan ujian nasional yang dulu lebih berfokus pada pengetahuan mata pelajaran, AKM menilai kompetensi mendasar siswa, khususnya pada literasi membaca dan numerasi.

Fokus Penilaian AKM

  1. Literasi Membaca: Mengukur kemampuan siswa dalam memahami, menganalisis, dan menggunakan teks bacaan. Literasi membaca tidak hanya sekadar memahami kata-kata, tetapi juga menganalisis isi dan makna dari bacaan yang lebih kompleks.
  2. Numerasi: Mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari. Numerasi mencakup kemampuan menginterpretasi data, menghitung, dan menggunakan angka dengan benar.

Baca juga :Multikultural dalam Pendidikan: Pentingnya Keragaman untuk Membangun Generasi Masa Depan yang Lebih Toleran

Mengapa AKM Diperkenalkan dalam Pendidikan?

Penggantian Ujian Nasional dengan AKM dilakukan sebagai bagian dari transformasi pendidikan di Indonesia. Beberapa alasan utama pengenalan AKM dalam pendidikan antara lain:

  1. Meningkatkan Fokus pada Kompetensi Dasar: AKM bertujuan untuk memastikan bahwa siswa memiliki keterampilan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pembelajaran ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan mengutamakan literasi dan numerasi, AKM membantu memastikan siswa memiliki kemampuan dasar yang kuat.
  2. Menghindari Pembelajaran yang Berorientasi pada Ujian: Salah satu kelemahan sistem ujian nasional sebelumnya adalah siswa dan guru cenderung berfokus pada materi yang akan diuji saja, tanpa memperhatikan pengembangan keterampilan kritis. AKM mencoba mengubah paradigma ini dengan fokus pada kompetensi mendasar.
  3. Memberikan Gambaran yang Lebih Menyeluruh: AKM tidak hanya menilai hasil belajar siswa tetapi juga mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan. Dengan demikian, sekolah dan guru dapat lebih memahami kekuatan dan kelemahan siswa serta mengarahkan pembelajaran secara lebih efektif.

Komponen AKM dalam Pendidikan

AKM bukan satu-satunya komponen dalam penilaian sistem pendidikan baru yang diterapkan oleh Kemendikbudristek. Sistem baru ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:

  1. AKM (Asesmen Kompetensi Minimum): Mengukur kemampuan literasi dan numerasi siswa sebagai kompetensi dasar yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
  2. Survei Karakter: Survei ini mengukur aspek karakter siswa seperti integritas, kerja sama, dan kedisiplinan. Survei karakter bertujuan untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai Pancasila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
  3. Survei Lingkungan Belajar: Survei ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan belajar di sekolah, termasuk bagaimana guru mengajar, sarana dan prasarana yang tersedia, serta dukungan yang diberikan oleh pihak sekolah.

Pelaksanaan AKM di Sekolah

AKM dilaksanakan pada siswa di jenjang kelas 5 SD, kelas 8 SMP, dan kelas 11 SMA. Pelaksanaan asesmen ini dilakukan secara daring menggunakan perangkat komputer atau tablet yang disediakan oleh sekolah. Beberapa hal penting terkait pelaksanaan AKM antara lain:

  1. Sistem Sampling: AKM tidak dilakukan kepada seluruh siswa, melainkan dengan sistem sampling. Artinya, hanya sebagian siswa di setiap sekolah yang dipilih untuk mengikuti AKM. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang representatif mengenai kompetensi siswa di seluruh Indonesia.
  2. Soal Berbasis Konteks: Soal-soal dalam AKM disusun berdasarkan konteks kehidupan nyata, bukan sekadar soal hafalan. Soal literasi akan meminta siswa untuk menganalisis teks, sedangkan soal numerasi menuntut siswa untuk menggunakan konsep matematika dalam situasi sehari-hari.
  3. Penggunaan Hasil AKM: Hasil AKM tidak digunakan untuk menentukan kelulusan siswa, melainkan sebagai bahan evaluasi bagi sekolah dan pemerintah untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Sekolah diharapkan dapat menggunakan hasil AKM untuk merancang program peningkatan mutu pembelajaran.

Dampak AKM terhadap Sistem Pendidikan

Penerapan AKM dalam pendidikan memberikan berbagai dampak positif, namun juga menimbulkan tantangan tersendiri bagi sekolah, guru, dan siswa. Berikut beberapa dampaknya:

Dampak Positif

  1. Peningkatan Kualitas Pembelajaran: Dengan fokus pada literasi dan numerasi, AKM mendorong sekolah untuk lebih memperhatikan kompetensi dasar siswa. Guru dituntut untuk mengembangkan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan menekankan pemahaman konsep.
  2. Mendorong Guru untuk Berinovasi: AKM mendorong guru untuk menerapkan pendekatan pengajaran yang lebih kreatif dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini penting untuk membantu siswa memahami konsep literasi dan numerasi secara lebih mendalam.
  3. Menyediakan Data yang Lebih Akurat: Hasil AKM memberikan data yang lebih akurat mengenai kemampuan dasar siswa. Data ini dapat digunakan oleh pemerintah dan sekolah untuk membuat kebijakan yang lebih tepat sasaran dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Tantangan dalam Pelaksanaan AKM

  1. Kesiapan Infrastruktur: Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai untuk melaksanakan AKM secara daring. Di daerah terpencil, keterbatasan akses internet dan perangkat teknologi menjadi kendala utama.
  2. Kesiapan Guru dan Siswa: Guru dan siswa perlu menyesuaikan diri dengan format baru AKM yang berbeda dari ujian nasional sebelumnya. Pelatihan bagi guru serta sosialisasi kepada siswa dan orang tua sangat penting agar mereka memahami tujuan dan manfaat dari AKM.
  3. Kesetaraan Akses Pendidikan: Perbedaan kualitas pendidikan antar daerah dapat memengaruhi hasil AKM. Sekolah di daerah perkotaan cenderung memiliki fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan sekolah di daerah terpencil, sehingga perlu ada upaya untuk mengurangi kesenjangan ini.

Kesimpulan

Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan langkah maju dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan fokus pada kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi, AKM diharapkan dapat membantu menciptakan generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan. Meski pelaksanaannya menghadapi berbagai tantangan, penerapan AKM dalam pendidikan menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di seluruh jenjang pendidikan.

Bagi sekolah, guru, dan orang tua, memahami dan mendukung program AKM menjadi sangat penting agar tujuan dari asesmen ini dapat tercapai dengan baik. Dengan kerjasama semua pihak, diharapkan AKM dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Penulis (Permata)

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *