Aturan dan Perhitungan Pajak THR 2024
Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha kepada pekerja menjelang perayaan hari raya keagamaan. THR diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang Rupiah, bukan dalam bentuk barang seperti sembako atau parsel.
Namun, apakah THR dikenakan pajak? Berdasarkan penjelasan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), THR termasuk sebagai pendapatan pekerja dan menjadi objek pajak penghasilan atau PPh Pasal 21, terutama bagi wajib pajak orang pribadi. Dasar hukum yang mengatur hal ini adalah Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016.
Ketentuan PPh Pasal 21 untuk THR
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168 Tahun 2023, besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan yang diatur dalam PP 58/2023 dengan total penghasilan bruto yang diterima oleh pegawai tetap dalam satu masa pajak.
Seluruh PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa pajak Januari hingga November akan diperhitungkan kembali dalam perhitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir.
Jika PPh Pasal 21 yang dipotong selama masa pajak Januari hingga November ternyata lebih besar dibandingkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang dalam setahun, maka kelebihan pemotongan tersebut harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap.
Aturan Terkait Tunjangan Hari Raya (THR)
Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 Pasal 5 mengatur bahwa penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 terkait pekerjaan, jasa, atau kegiatan meliputi:
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
- Bonus;
- Tunjangan Hari Raya (THR);
- Jasa produksi;
- Tantiem;
- Gratifikasi;
- Premi;
- Penghasilan lain yang bersifat tidak teratur.
Pasal 8 juga menjelaskan bahwa dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Pensiunan didasarkan pada:
- Penghasilan bruto dalam satu masa pajak atau penghasilan kena pajak;
- Penghasilan bruto yang dimaksud mencakup seluruh penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a yang diterima dari pemberi kerja.
Cara Menghitung Pajak THR
Untuk menghitung Pajak THR, perlu diperhatikan beberapa komponen:
Penghasilan Bruto Setahun:
- Gaji pokok setahun: Rp 5.000.000 x 12 = Rp 60.000.000
- THR: Rp 5.000.000
- Uang lembur: Rp 500.000 x 3 = Rp 1.500.000
- Total penghasilan bruto: Rp 60.000.000 + Rp 5.000.000 + Rp 1.500.000 = Rp 66.500.000
Biaya Jabatan:
- Biaya jabatan maksimum (5% dari penghasilan bruto): 5% x Rp 66.500.000 = Rp 3.325.000
Iuran Pensiun:
- Iuran pensiun per bulan: Rp 100.000 x 12 = Rp 1.200.000
Penghasilan Neto Setahun:
- Penghasilan bruto – Biaya jabatan – Iuran pensiun = Rp 66.500.000 – Rp 3.325.000 – Rp 1.200.000 = Rp 61.975.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak:
- Berdasarkan tabel kawin dan tanggungan: Rp 8.681.000
Penghasilan Kena Pajak:
- Penghasilan neto setahun – Penghasilan tidak kena pajak = Rp 61.975.000 – Rp 8.681.000 = Rp 53.294.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun:
- Lapisan tarif pegawai: 5%
- PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 8.681.000 = Rp 434.050
PPh Pasal 21 Terutang dari Januari hingga November:
- PPh Pasal 21 terutang Desember = PPh Pasal 21 terutang setahun – PPh Pasal 21 terutang dari Januari hingga November
- PPh Pasal 21 terutang Desember = Rp 434.050 – Rp 443.150 = -Rp 9.100
Dengan demikian, penghitungan Pajak THR memerlukan pemahaman mendalam mengenai ketentuan perpajakan yang berlaku serta perhitungan yang tepat agar dapat sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.
penulis: Farii