Masyarakat Indonesia saat ini tengah menghadapi kekhawatiran mengenai potensi gempa megathrust. Walaupun belum ada kepastian kapan gempa tersebut akan terjadi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi gempa ini. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut adalah area yang perlu diperhatikan karena merupakan zona kekosongan gempa besar, atau seismic gap, yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini berpotensi melepaskan energi gempa besar yang bisa terjadi kapan saja.
Daryono mengungkapkan, “Kita hanya mengingatkan kembali keberadaan zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai potensi seismic gap yang perlu diwaspadai. Energi gempa yang signifikan bisa dilepaskan sewaktu-waktu, jadi kita perlu tetap waspada.”
Baca Juga : 10 Kasus Pengeboman Bersejarah yang Meninggalkan Dampak Tragis di Indonesia
Gempa megathrust dapat menimbulkan dampak serius, termasuk kerusakan pada bangunan seperti retakan, kerusakan struktural, dan bahkan keruntuhan. Hal ini berpotensi membahayakan penghuni dan orang-orang di sekitar bangunan tersebut. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa struktur bangunan dirancang untuk tahan gempa. Salah satu langkah utama dalam memastikan keamanan bangunan adalah dengan membangun fondasi yang kuat.
CEO SobatBangun, Taufiq Hidayat, menjelaskan bahwa fondasi berfungsi untuk menahan beban rumah dengan cara membagi beban yang bekerja pada tanah dasar sehingga tidak amblas. Jenis fondasi yang digunakan bergantung pada berat bangunan dan kondisi tanah tempat bangunan didirikan.
Taufiq menjelaskan, “Jika tanah cukup keras, fondasi batu kali biasanya sudah cukup kuat. Namun, untuk bangunan berat dan tanah yang kurang keras, fondasi telapak beton, atau yang dikenal sebagai fondasi cakar ayam, lebih disarankan.”
Baca Juga : Banjir Berlarut-larut, Anggota DPRD Labura Berikan Bantuan
Untuk bangunan yang memiliki beban berat, seperti rumah bertingkat dua dengan atap beton dan dinding yang diplester penuh, fondasi telapak beton atau cakar ayam akan lebih cocok. “Jika tanah tidak cukup keras dan beban bangunan cukup berat, misalnya bangunan bertingkat dua dengan atap beton dan dinding berat, fondasi telapak beton atau cakar ayam akan lebih sesuai,” ujar Taufiq.
Jika beban bangunan terlalu berat, disarankan untuk melakukan perhitungan kekuatan tanah untuk menahan beban rumah. Perhitungan ini dapat dilakukan melalui tes sondir, yang mengukur daya dukung tanah. Berdasarkan hasil tes tersebut, desain fondasi dapat disesuaikan untuk memastikan kekuatan struktur bangunan. “Jika diperlukan, bisa menggunakan fondasi dalam seperti tiang pancang atau tiang bor, yang akan membantu menahan beban bangunan dengan lebih baik,” kata Taufiq.
Profesional kontraktor dari PT Gaharu Kontruksindo Utama, Panggah Nuzhul Rizki, juga menambahkan bahwa jenis fondasi harus disesuaikan dengan kondisi tanah. Investigasi tanah penting dilakukan untuk mengetahui seberapa keras tanah di lokasi tersebut. “Soil investigation perlu dilakukan untuk mengetahui kedalaman tanah keras. Ini adalah langkah awal yang penting sebelum menentukan jenis fondasi yang akan digunakan,” jelas Panggah.
Umumnya, bangunan rumah menggunakan fondasi tapak atau fondasi cakar ayam. Namun, untuk kondisi tanah yang memerlukan dukungan tambahan, tiang pancang atau strauss pile yang mencapai tanah keras bisa menjadi solusi yang tepat.
penulis: epa pitri yani