Pada Debat Perdana Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), istilah Carbon Capture and Storage (CCS) atau teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon menjadi salah satu topik utama. Artikel ini akan menguraikan definisi CCS serta mengeksplorasi potensi dan tantangan teknologi ini di Indonesia.
Definisi CCS
Menurut penjelasan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), CCS adalah teknologi mitigasi pemanasan global yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) ke atmosfer. Teknologi ini melibatkan beberapa tahap proses, mulai dari pemisahan dan penangkapan CO2 dari sumber emisi gas buang, pengangkutan CO2 yang telah ditangkap, hingga penyimpanan CO2 dalam lapisan batuan di bawah permukaan bumi atau injeksi ke laut pada kedalaman tertentu.
Baca juga: Universitas Teknokrat Indonesia Dukung Program Ketahanan Pangan Lampung
Tahapan utama dalam CCS meliputi:
- Capture (Penangkapan): Proses awal yang melibatkan pemisahan CO2 dari bahan bakar atau gas buang pembakaran. CO2 yang ditangkap kemudian dikompresi menjadi bentuk cair atau fluida superkritis.
- Transport (Transportasi): CO2 yang telah dikompresi diangkut menggunakan pipa khusus menuju lokasi penyimpanan.
- Storage (Penyimpanan): CO2 superkritis disuntikkan ke dalam lapisan batuan berpori dengan permeabilitas tinggi untuk penyimpanan jangka panjang.
Peran Penting CCS di Indonesia
Potensi CCS di Indonesia
Berdasarkan data dari PT Pertamina (Persero), Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan CO2 potensial yang diperkirakan mencapai 400-600 gigaton di reservoir yang telah terkuras dan akuifer salin. Dengan potensi ini, Indonesia berpeluang untuk menjadi pemimpin dalam era industri hijau. CCS di Indonesia dapat menyimpan emisi CO2 nasional selama 322-482 tahun, dengan estimasi puncak emisi sebesar 1,2 gigaton CO2-ekuivalen pada tahun 2030.
Tantangan Pengembangan CCS di Indonesia
Baca juga: Rektor Universitas Teknokrat Ikuti Kegiatan Mentan dan Wakasal di Mako Lanal Lampung
Meskipun memiliki potensi besar, pengembangan CCS di Indonesia menghadapi beberapa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan akan investasi yang signifikan. Sebagai contoh, penandatanganan perjanjian pengembangan CCS antara Pemerintah Indonesia dan ExxonMobil melibatkan investasi sebesar 15 miliar dolar AS. Bandingkan dengan proyek CCS Quest di Kanada yang memerlukan 1,35 miliar dolar AS untuk kapasitas 1,2 juta ton CO2 per tahun, menunjukkan besarnya skala investasi yang diperlukan di Indonesia.
CCS memainkan peran penting dalam upaya mengurangi emisi karbon dioksida dan menghadapi perubahan iklim global. Dengan potensi penyimpanan CO2 yang luas, Indonesia memiliki kesempatan untuk berperan signifikan dalam pengembangan teknologi ini. Namun, tantangan finansial harus diatasi untuk memungkinkan implementasi CCS secara luas dan berkelanjutan di Indonesia. Dengan dukungan dan komitmen yang tepat, CCS dapat menjadi pilar utama dalam menuju masyarakat yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Penulis: Farii