Jakarta – Proses ekstradisi buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Paulus Tannos, dari Singapura mengalami kendala hukum. Kendala tersebut muncul setelah Tannos menolak diekstradisi secara sukarela dan mengajukan perlawanan hukum di Pengadilan Singapura.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Roy Soemirat, menegaskan bahwa proses ekstradisi berada sepenuhnya di tangan penegak hukum. Kemenlu akan memberikan dukungan apabila diperlukan dalam upaya pemulangan Tannos ke Indonesia.
Kendala dalam Proses Ekstradisi
Sejak pemerintah Indonesia mengajukan permohonan ekstradisi secara resmi ke Kementerian Luar Negeri Singapura, permohonan tersebut telah diterima oleh Kejaksaan Agung Singapura. Namun, perlawanan hukum yang diajukan oleh Tannos membuat proses ekstradisi harus melalui pengadilan.
Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo, mengonfirmasi bahwa putusan pengadilan Singapura menjadi faktor penentu apakah permohonan ekstradisi Indonesia akan dikabulkan atau tidak. Menurutnya, meskipun permohonan tersebut sudah sesuai dengan persyaratan ekstradisi, proses hukum di Singapura tetap harus dihormati.
“Saat ini, kita harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku di Singapura. Kasusnya akan dibawa ke pengadilan untuk dimintakan keputusan terkait ekstradisi. Kami masih menunggu jadwal persidangan dari pihak pengadilan setempat,” ujar Suryopratomo.
Upaya Hukum Paulus Tannos
Paulus Tannos, yang terlibat dalam skandal megakorupsi proyek e-KTP, telah menyatakan tidak bersedia untuk diekstradisi ke Indonesia. Sebagai langkah hukum, ia telah menunjuk pengacara baru untuk mengajukan perlawanan di pengadilan Singapura.
Berdasarkan aturan yang berlaku, jika seseorang menolak ekstradisi, maka pengadilan Singapura harus memutuskan apakah ekstradisi tersebut sah atau tidak. Dalam kasus Tannos, keputusan akhir masih menunggu proses pengadilan.
Sebagai bagian dari prosedur ekstradisi, Singapura telah mengabulkan provisional arrest request atau permintaan penahanan sementara terhadap Tannos selama 45 hari sejak 17 Januari 2025. Namun, setelah masa penahanan berakhir, pengadilan akan mempertimbangkan apakah Tannos dapat dikembalikan ke Indonesia atau tetap berada di Singapura.
Tanggapan Kemenlu dan KPK
Menanggapi perkembangan ini, Kemenlu RI menegaskan bahwa mereka siap membantu proses ekstradisi jika diperlukan, tetapi keputusan utama ada di tangan aparat penegak hukum.
“Yang lebih berperan dalam proses ini adalah teman-teman di KPK dan aparat hukum terkait. Kami dari Kemenlu akan memberikan dukungan sesuai dengan kebutuhan,” kata Roy Soemirat.
KPK sendiri terus berkoordinasi dengan pihak berwenang di Singapura untuk memastikan ekstradisi Tannos berjalan sesuai rencana. Menurut pejabat KPK, permohonan ekstradisi telah memenuhi seluruh syarat hukum yang ditetapkan dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
Skandal Korupsi e-KTP dan Peran Tannos
Paulus Tannos merupakan salah satu tersangka utama dalam kasus megakorupsi proyek e-KTP yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah. Skandal ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat tinggi negara dan sejumlah perusahaan yang memenangkan proyek tersebut.
Sebagai salah satu pengusaha yang memiliki keterkaitan erat dengan proyek e-KTP, Tannos diduga menerima keuntungan besar dari pengadaan barang dan jasa dalam proyek ini. Ia melarikan diri ke Singapura setelah namanya disebut dalam berbagai persidangan kasus e-KTP di Indonesia.
Harapan Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia berharap proses ekstradisi dapat berjalan lancar dan Tannos bisa segera kembali ke tanah air untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Keberhasilan ekstradisi ini juga akan menjadi preseden penting dalam upaya pemerintah memberantas korupsi dan menangkap buronan yang melarikan diri ke luar negeri.
“Pemerintah Indonesia telah menempuh jalur hukum yang sah untuk mengembalikan Tannos ke Indonesia. Kami berharap pengadilan Singapura dapat mengambil keputusan yang adil dan mendukung upaya penegakan hukum yang sedang kami jalankan,” ujar seorang pejabat terkait yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dengan masih berlangsungnya proses hukum di Singapura, pemerintah dan masyarakat Indonesia menunggu keputusan akhir yang akan menentukan apakah Paulus Tannos akhirnya bisa dibawa kembali ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.
Penulis: M. Rizki