Indonesia Alami Deflasi Tahunan Pertama dalam 25 Tahun: Apa Penyebab dan Dampaknya?
Jakarta, 5 Maret 2025 – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia mengalami deflasi tahunan (year-on-year/y-o-y) pada Februari 2025 sebesar 0,09%. Ini menjadi deflasi tahunan pertama sejak Maret 2000, menandai perubahan signifikan dalam perekonomian nasional.
Deflasi mengacu pada penurunan harga barang dan jasa secara umum dalam jangka waktu tertentu. Meskipun sekilas terdengar positif karena harga barang lebih murah, deflasi juga dapat menandakan lemahnya permintaan dan daya beli masyarakat. Fenomena ini justru bisa berdampak negatif terhadap perekonomian.
Lantas, apa yang menyebabkan deflasi ini terjadi, dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat serta dunia usaha? Simak ulasan berikut.
Penyebab Deflasi Februari 2025
Menurut BPS, beberapa faktor utama yang mendorong terjadinya deflasi tahunan ini antara lain:
1. Penurunan Harga Komoditas Pangan
Empat dari lima komoditas utama penyumbang deflasi berasal dari sektor pangan, yaitu:
- Beras
- Tomat
- Cabai merah
- Daging ayam ras
Harga bahan pangan mengalami penurunan karena peningkatan produksi di beberapa daerah. Contohnya, musim panen yang lebih baik pada awal 2025 membuat stok beras melimpah, sehingga menekan harga di pasaran.
2. Diskon Tarif Listrik dari Pemerintah
Pemerintah memberikan diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan rumah tangga kecil dengan daya listrik maksimal 2.200 VA selama Januari–Februari 2025. Program ini turut berkontribusi dalam menekan inflasi karena biaya listrik yang lebih murah mengurangi pengeluaran rumah tangga.
3. Lemahnya Permintaan Konsumen
Meskipun harga-harga turun, banyak masyarakat memilih untuk menahan pengeluaran. Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah:
- Daya beli masyarakat yang menurun akibat terbatasnya lapangan pekerjaan dan meningkatnya angka PHK.
- Kekhawatiran terhadap ketidakpastian ekonomi dan politik, terutama pasca-pemilu.
- Perubahan pola konsumsi, di mana masyarakat lebih banyak menabung daripada membelanjakan uangnya.
4. Dampak Kebijakan Pajak dan Efisiensi Anggaran
Beberapa kebijakan yang diterapkan pemerintah pada awal 2025 juga berkontribusi terhadap deflasi, seperti:
- Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai Januari 2025, yang membuat masyarakat lebih selektif dalam berbelanja.
- Pemotongan berbagai insentif ekonomi dan subsidi yang menyebabkan belanja negara lebih terbatas.
Dampak Deflasi terhadap Ekonomi Indonesia
1. Sektor Usaha Mengalami Penurunan Permintaan
Dengan daya beli masyarakat yang melemah, sektor usaha terutama di bidang ritel, manufaktur, dan UMKM mengalami penurunan pendapatan. Beberapa dampak yang sudah terlihat antara lain:
- Banyak toko mengalami penurunan omzet akibat turunnya jumlah pelanggan.
- Sektor manufaktur mengurangi produksi karena permintaan pasar melemah.
- UMKM kesulitan bertahan karena berkurangnya perputaran uang di masyarakat.
2. Ancaman PHK dan Pengangguran
Ketika konsumsi turun, banyak perusahaan mengurangi jumlah pekerja untuk menyesuaikan biaya operasional. Gelombang PHK yang terjadi sejak 2024 masih berlanjut di berbagai sektor, terutama industri tekstil dan manufaktur.
3. Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat
Alih-alih meningkatkan konsumsi karena harga barang lebih murah, masyarakat justru lebih berhati-hati dalam berbelanja. Banyak yang memilih untuk menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan karena ketidakpastian ekonomi.
Misalnya, Lu’luil Maknun, warga Semarang, mengaku lebih memilih menabung daripada membelanjakan sisa anggaran rumah tangga yang biasanya digunakan untuk listrik. “Ramadan ini lebih lesu dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.
Apakah Deflasi Akan Berlanjut?
Para ekonom menilai bahwa deflasi ini bersifat “semu” karena lebih disebabkan oleh faktor kebijakan pemerintah (diskon listrik) daripada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Setelah program diskon listrik berakhir pada Maret 2025, kemungkinan besar harga barang dan jasa akan kembali mengalami kenaikan.
Dian Ayu Yustina, Kepala Riset Makroekonomi Bank Mandiri, menegaskan bahwa deflasi ini hanya sementara. “Menjelang Lebaran, konsumsi masyarakat diperkirakan meningkat dan harga pangan akan naik kembali,” katanya.
Namun, ada kekhawatiran bahwa permintaan agregat tetap stagnan jika tidak ada kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih berkelanjutan.
Kesimpulan: Apa yang Harus Dilakukan?
Deflasi tahunan pertama dalam 25 tahun ini menjadi alarm bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk lebih memperhatikan daya beli masyarakat. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah dampak negatif lebih lanjut meliputi:
- Mendorong penciptaan lapangan kerja baru untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
- Menjaga stabilitas harga dengan kebijakan fiskal yang lebih seimbang.
- Memberikan stimulus ekonomi yang tepat sasaran, terutama untuk sektor UMKM.
- Mengoptimalkan program bantuan sosial bagi kelompok masyarakat yang paling terdampak.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan Indonesia dapat kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Penulis: M. Rizki