news

Indonesian government mulls shuttering Suralaya plant to clear Jakarta’s air

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, menyatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji kemungkinan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Banten guna mengurangi polusi udara di Jakarta.

Kawasan sekitar ibu kota merupakan pusat industri Indonesia, dan Pulau Jawa menjadi rumah bagi sekitar 30 persen PLTU di seluruh negeri, termasuk beberapa pembangkit besar yang baru beroperasi tahun lalu, seperti PLTU Batang.

Baca Juga : Mahasiswa dan Aktivis Gelar Aksi Jogja Memanggil Hari Ini Usai DPR Anulir Putusan MK

Masa operasional beberapa PLTU di pulau ini juga diperpanjang melebihi rencana awal, termasuk PLTU Suralaya di Cilegon, ujung barat laut Jawa.

“Kami membahas kemarin, [bahwa] kami akan mengangkat isu pensiun dini PLTU Suralaya. Kita harus menutup yang satu ini,” kata Luhut pada hari Rabu di sela-sela Indonesia Oil and Gas Supply Chain Management Summit di Jakarta, dilansir Kompas.com.

“PLTU Suralaya mencemari udara dan telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun, jadi kami ingin mempelajari [pensiun dini]-nya,” tambahnya.

Luhut juga membandingkan kualitas udara tidak sehat di Jakarta dengan yang ada di Nusantara, ibu kota masa depan negara yang sedang dibangun di Kalimantan Timur. Jakarta memiliki nilai Indeks Kualitas Udara (AQI) antara 120 hingga 200, sedangkan Nusantara hanya memiliki nilai AQI sebesar 6.

“Kualitas udara di Nusantara jauh lebih baik. Kami berharap [nilai AQI] Jakarta turun di bawah 100 dengan menutup PLTU Suralaya,” ujarnya.

Luhut menjelaskan bahwa sebagian besar dari pengeluaran kesehatan tahunan negara sebesar Rp 38 triliun (US$2,43 miliar) telah digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), di mana kualitas udara yang buruk menjadi salah satu faktor risiko.

Penutupan PLTU Suralaya telah dibahas selama bertahun-tahun dalam konteks transisi energi Indonesia, yang dijalankan pemerintah bersama dengan negara-negara maju dan pemangku kepentingan lainnya. Termasuk di dalamnya adalah Mekanisme Transisi Energi (ETM) dari Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk mempercepat pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara sebelum batas usia operasionalnya.

Para ahli menyarankan agar pemerintah memprioritaskan dekomisioning PLTU yang sudah tua dan tidak efisien sebelum mencari cara untuk menonaktifkan pembangkit besar yang mulai beroperasi dalam enam tahun terakhir. Namun, para pemangku kepentingan memutuskan untuk tetap melanjutkan rencana pensiun PLTU Cirebon 1 berkapasitas 660 megawatt, yang menurut perkiraan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menelan biaya sebesar $1,3 miliar.

Baca Juga : Muhammadiyah Kritik DPR Abaikan MK: Harusnya Jadi Teladan

Jisman Hutajulu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan pada 18 Januari bahwa PLN sedang mempertimbangkan untuk menutup unit 3 dan 4 di PLTU Suralaya sebagai bagian dari rencana penurunan penggunaan batu bara oleh perusahaan listrik negara tersebut.

Jisman menjelaskan saat itu bahwa jaringan listrik Jawa-Bali memiliki kelebihan daya sebesar 4 gigawatt, yang menyebabkan kementerian menunda tanggal operasi beberapa pembangkit baru selama dua hingga tiga tahun.

penulis : forniakempilasari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *