
Dunia politik itu ibarat panggung sandiwara—apa yang terlihat di depan kamera sering kali berbeda dari yang terjadi di balik layar. Senyuman lebar, jabat tangan hangat, dan janji manis yang bertebaran belum tentu mencerminkan niat tulus. Di balik panggung itulah, berbagai taktik licik politik dijalankan untuk meraih kekuasaan, menjaga citra, atau bahkan menjatuhkan lawan.
Tidak sedikit dari kita yang akhirnya merasa kecewa atau skeptis karena merasa “dibohongi” oleh wajah-wajah publik yang ternyata penuh agenda tersembunyi. Yuk, kita kupas bagaimana trik-trik licik ini dimainkan dengan sangat rapi—kadang nyaris tak terasa, tapi dampaknya besar!
Apa Saja Bentuk Taktik Licik yang Sering Digunakan Politikus?
Kalau kamu mengira politik hanya soal debat visi dan misi, coba pikir lagi. Banyak politikus yang justru lebih fokus membangun citra daripada menyusun program kerja nyata. Berikut beberapa taktik yang kerap digunakan di balik panggung:
- Membangun Pencitraan Lewat Media
Banyak politisi menggunakan media (termasuk media sosial) untuk membentuk persepsi publik. Kadang mereka lebih sibuk tampil di kamera daripada menyelesaikan masalah rakyat. - Main Dua Kaki
Politikus semacam ini pandai menyesuaikan posisi. Di satu sisi mendukung kelompok A, di sisi lain pura-pura akrab dengan kelompok B. Tujuannya? Aman di segala cuaca. - Politisasi Isu Sosial
Isu seperti agama, budaya, bahkan bencana bisa dipolitisasi untuk menarik simpati atau menjatuhkan lawan. Taktik ini sering kali membuat publik terbelah karena memainkan emosi. - Janji Manis Musiman
Menjelang pemilu, tiba-tiba jalan diperbaiki, bantuan dibagikan, dan pemimpin jadi sangat “merakyat”. Tapi begitu terpilih, semuanya hilang entah ke mana. - Menggunakan ‘Buzzer’ dan Hoaks
Di era digital, banyak politisi memanfaatkan buzzer untuk membentuk opini publik—baik untuk mendongkrak citra sendiri atau menyerang lawan. Bahkan, hoaks pun kadang dipakai sebagai senjata.
Mengapa Taktik Licik Ini Masih Terus Digunakan?
Jawabannya sederhana: karena masih efektif. Banyak masyarakat yang belum kritis dalam menyaring informasi, sehingga mudah terpengaruh dengan narasi palsu atau pencitraan yang terus diulang-ulang. Selain itu, sebagian pemilih masih terjebak pada politik uang, suku, agama, dan kedekatan emosional, bukan pada kualitas program.
Politikus yang cerdik tahu betul celah ini, dan mereka menggunakannya untuk kepentingan elektoral. Bahkan, dalam banyak kasus, taktik licik ini dianggap sebagai bagian dari “permainan politik” yang normal. Padahal, dampaknya bisa sangat merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Apakah Semua Politisi Melakukan Hal Ini?
Tidak semua, tentu saja. Masih banyak politisi idealis yang jujur, bekerja keras, dan punya niat baik untuk membenahi negeri ini. Tapi sayangnya, mereka sering kali tidak mendapat sorotan sebesar mereka yang lebih pintar bermain panggung.
Justru kita sebagai pemilih perlu lebih teliti dalam membedakan mana politisi yang sungguh-sungguh, dan mana yang hanya piawai dalam berakting.
Beberapa ciri politisi yang cenderung jujur:
- Konsisten antara ucapan dan tindakan
- Terbuka terhadap kritik dan transparan
- Fokus pada program, bukan hanya simbol
- Tidak memainkan isu SARA
- Memiliki rekam jejak yang bersih dan jelas
Bagaimana Kita Bisa Lebih Kritis Menghadapi Politik?
Sebagai warga negara, kita punya hak dan kewajiban untuk ikut mengawasi jalannya politik. Jangan cuma pasrah dan apatis. Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan:
- Selalu cek fakta sebelum membagikan informasi, apalagi yang bersifat provokatif.
- Perhatikan rekam jejak kandidat, bukan hanya janji saat kampanye.
- Ikut terlibat dalam diskusi politik, baik di dunia nyata maupun media sosial, dengan cara yang sehat dan sopan.
- Dukung media yang independen, agar informasi yang kita konsumsi lebih berimbang.
Dengan begitu, kita bisa memutus siklus manipulasi yang terus berulang setiap masa pemilu.
Penutup: Politik Tak Harus Kotor
Memang, dunia politik sering kali diwarnai taktik-taktik licik yang bikin kita geleng-geleng kepala. Tapi bukan berarti politik itu pasti kotor. Justru saatnya kita mendorong munculnya lebih banyak politisi jujur dan cerdas, bukan hanya pintar berakting.
Semua perubahan dimulai dari kita. Jangan biarkan panggung politik dikuasai oleh mereka yang hanya pintar bersandiwara. Mari kita jadi penonton yang kritis sekaligus pemilih yang cerdas. Karena masa depan bangsa ini bukan di tangan mereka yang paling nyaring bersuara, tapi di tangan kita semua yang berani memilih dengan hati dan akal sehat.
Penulis: Shella Mutia Rahma.