Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan budaya, termasuk dalam urusan rasa dan selera. Dari ujung barat hingga timur, setiap daerah punya sajian khas yang tak hanya menggugah selera, tapi juga sarat makna dan sejarah. Sayangnya, seiring perkembangan zaman dan selera yang semakin modern, banyak kuliner tradisional Nusantara mulai dilupakan dan hanya bisa ditemukan di momen atau tempat tertentu.

Fenomena ini memunculkan kekhawatiran: jangan-jangan generasi mendatang hanya akan mengenal kuliner leluhur ini dari buku sejarah atau museum. Padahal, di balik cita rasa unik yang ditawarkan, makanan-makanan tradisional ini menyimpan filosofi, cerita rakyat, hingga identitas budaya yang melekat erat dalam kehidupan masyarakat.


Apa Saja Kuliner Tradisional Nusantara yang Terancam Punah?

Kuliner Nusantara sangat beragam, namun tidak semuanya bertahan di tengah gempuran makanan cepat saji dan tren kuliner global. Berikut beberapa contoh kuliner tradisional yang kini mulai sulit ditemukan:

  1. Kaledo (Kaki Lembu Donggala)
    Sup berbahan kaki sapi yang dimasak dengan kuah asam pedas ini kini makin jarang dijajakan secara luas, padahal dulu menjadi sajian khas saat acara besar masyarakat.
  2. Gaplek dan Tiwul
    Makanan berbahan dasar singkong yang dikeringkan ini dulunya jadi makanan pokok sebagian masyarakat Jawa. Kini, hanya disajikan di beberapa tempat wisata budaya.
  3. Papeda
    Bubur sagu khas dari Timur Indonesia ini mulai kalah pamor dengan nasi atau mie instan. Padahal, teksturnya yang lengket dan rasanya yang unik menyimpan ciri khas budaya lokal.
  4. Bubur Bassang
    Hidangan berbahan dasar jagung pulut dan santan ini semakin sulit ditemukan di pasar tradisional. Padahal dulunya kerap disantap saat pagi hari.
  5. Jaha atau Nasi Jaha
    Beras ketan yang dimasak dalam bambu dengan santan dan rempah ini mulai jarang dijumpai di luar perayaan adat atau festival budaya.

Daftar ini tentu masih panjang. Banyak makanan tradisional lainnya yang nasibnya mulai “terlupakan” akibat kurangnya regenerasi pengrajin kuliner dan minimnya promosi di era digital.


Mengapa Kuliner Tradisional Mulai Tergeser?

Pertanyaan yang sering muncul adalah: kenapa makanan khas daerah makin sulit ditemukan? Padahal jelas-jelas rasanya unik dan menggoda. Beberapa penyebab utamanya antara lain:

  • Perubahan gaya hidup: Masyarakat kini lebih memilih makanan praktis dan cepat saji. Makanan tradisional yang proses masaknya lama dianggap kurang efisien.
  • Minimnya regenerasi: Pembuat makanan tradisional umumnya dari generasi tua. Ketika mereka tidak lagi mampu memasak dan tidak ada penerus, maka resep turun-temurun ikut menghilang.
  • Kurangnya dukungan industri: Banyak makanan tradisional tidak diproduksi secara massal, sehingga sulit bersaing dengan makanan modern dalam hal distribusi dan branding.
  • Kurang dikenal generasi muda: Anak muda kini lebih mengenal makanan Korea atau Jepang dibanding makanan dari kampung halaman mereka sendiri.

Padahal jika dikelola dengan baik, kuliner tradisional bisa jadi potensi ekonomi dan daya tarik wisata yang luar biasa.


Bagaimana Cara Melestarikan Makanan Tradisional?

Pelestarian kuliner tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah atau pelaku industri makanan. Semua pihak, termasuk kita sebagai konsumen, punya peran penting untuk menjaga eksistensinya.

Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menjaga warisan rasa ini tetap hidup:

  • Mengajarkan resep kepada generasi muda
    Anak-anak sebaiknya dikenalkan pada makanan khas daerah sejak kecil agar rasa dan nilai budayanya tertanam.
  • Mengangkat kuliner ke media sosial
    Gunakan platform digital untuk berbagi cerita, resep, atau review makanan tradisional yang jarang dikenal.
  • Menghadirkan kembali di restoran modern
    Banyak chef muda kini mulai mengangkat makanan khas daerah dalam versi modern agar lebih diterima oleh pasar milenial.
  • Mengadakan festival kuliner lokal
    Acara seperti ini bisa memperkenalkan makanan langka kepada masyarakat luas sekaligus memberikan ruang bagi pelaku UMKM kuliner.
  • Dukungan dari pemerintah daerah
    Mulai dari pelatihan, promosi, hingga sertifikasi untuk pelaku kuliner tradisional bisa mendorong eksistensi mereka.

Apakah Kuliner Langka Bisa Jadi Daya Tarik Wisata?

Jawabannya: tentu saja bisa! Bahkan, kuliner adalah salah satu alasan wisatawan datang ke suatu daerah. Makanan tidak hanya mengenyangkan, tapi juga membawa cerita dan pengalaman. Beberapa daerah bahkan sudah mulai menjadikan makanan khas sebagai daya tarik utama dalam promosi pariwisata mereka.

Bayangkan jika tiap kota punya “signature dish” yang tidak bisa ditemukan di tempat lain, dan hanya bisa dinikmati saat berkunjung langsung ke daerah asalnya. Ini akan menciptakan pengalaman wisata yang lebih otentik dan bernilai.

Dengan kata lain, kuliner tradisional yang mulai langka bukan hanya warisan budaya, tapi juga aset ekonomi yang potensial.


Kesimpulan: Jangan Biarkan Cita Rasa Nusantara Hanya Jadi Kenangan

Kuliner tradisional adalah identitas bangsa. Ketika satu jenis makanan punah, bukan hanya soal rasa yang hilang, tapi juga cerita dan nilai budaya di dalamnya. Maka dari itu, yuk mulai lebih peduli pada warisan kuliner lokal. Jangan malu makan tiwul, jangan sungkan coba papeda, dan jangan ragu untuk memperkenalkannya ke orang lain.

Karena menjaga kuliner Nusantara bukan sekadar soal lidah, tapi juga tentang menjaga jati diri bangsa.

penulis: AFIRA FARIDA FITRIANI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *