Manuver Dua Hakim Pembebas Ronald Tannur: Pengajuan Justice Collaborator
Kasus suap yang menyeret tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya semakin menarik perhatian publik. Dua dari tiga hakim yang didakwa menerima suap demi membebaskan Gregorius Ronald Tannur, yaitu Erintuah Damanik dan Mangapul, kini mengajukan diri sebagai Justice Collaborator (JC). Manuver ini menimbulkan berbagai spekulasi mengenai langkah hukum yang akan diambil dalam persidangan.
Kasus Suap Hakim PN Surabaya
Kasus ini berawal dari vonis bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Belakangan terungkap bahwa vonis tersebut diduga hasil dari suap senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar. Jaksa menetapkan tiga hakim sebagai tersangka, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Ibunda Ronald, Meirizka Widjaja, diduga memiliki peran dalam upaya membebaskan putranya dengan meminta bantuan pengacara Lisa Rahmat. Lisa kemudian menghubungi mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, untuk mencari hakim yang bersedia memberikan vonis bebas.
Setelah kasus ini mencuat, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Ronald Tannur.
Pengajuan Justice Collaborator oleh Erintuah dan Mangapul
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kuasa hukum Erintuah dan Mangapul menyampaikan permohonan agar klien mereka mendapatkan status Justice Collaborator.
“Kami atas kesepakatan dengan klien kami, mengajukan permohonan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator,” ujar pengacara Philipus Sitepu.
Philipus menambahkan bahwa keterangan kedua kliennya akan menjadi kesaksian kunci untuk mengungkap kasus ini lebih dalam. Meski demikian, keputusan mengenai status JC akan dipertimbangkan lebih lanjut oleh majelis hakim dalam proses persidangan.
Peran Meirizka Widjaja dalam Kasus Ini
Dalam sidang yang sama, Meirizka Widjaja dihadirkan sebagai saksi dan dimintai keterangan terkait komunikasi dengan Lisa Rahmat. Jaksa menanyakan soal percakapan via WhatsApp yang menunjukkan bahwa Lisa sudah meyakinkan Meirizka bahwa Ronald akan bebas bahkan sebelum kasusnya masuk ke pengadilan.
Saat ditanya mengenai alasannya menanyakan nama hakim yang menangani kasus Ronald, Meirizka mengaku ingin “mendoakan” para hakim yang menangani perkara anaknya. Namun, jaksa terus menggali lebih dalam mengenai aliran dana yang diberikan kepada Lisa.
Meirizka mengungkap bahwa dirinya memberikan Rp 1,5 miliar kepada Lisa sebagai biaya kuasa hukum. Jaksa juga menyoroti adanya permintaan uang Rp 800 juta dari pihak kuasa hukum keluarga almarhum Dini Sera, yang akhirnya disepakati menjadi Rp 500 juta.
Dampak Manuver Dua Hakim Ini
Pengajuan status JC oleh Erintuah dan Mangapul berpotensi mengubah jalannya persidangan. Jika dikabulkan, kesaksian mereka bisa memperjelas aliran suap dan siapa saja pihak yang terlibat. Hal ini juga bisa memengaruhi hukuman yang akan mereka terima nantinya.
Publik kini menantikan keputusan majelis hakim terkait status JC tersebut. Apakah pengajuan ini merupakan strategi hukum belaka atau benar-benar upaya untuk membongkar kasus suap dalam sistem peradilan Indonesia? Jawabannya akan terungkap dalam sidang-sidang selanjutnya.
Kesimpulan
Kasus ini mencerminkan tantangan besar dalam menjaga integritas hukum di Indonesia. Manuver dua hakim yang mengajukan diri sebagai Justice Collaborator menambah babak baru dalam pengungkapan kasus suap vonis bebas Ronald Tannur. Bagaimana kelanjutan kasus ini? Kita akan terus mengikuti perkembangan di persidangan mendatang.
>.RESTUU