Sejarah Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DII/TII)
Gerakan Darul Islam (DI) atau Tentara Islam Indonesia (TII) bertujuan untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan hukum Islam, dengan Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber hukum tertinggi. Gerakan ini lahir dari keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) yang menerapkan hukum Islam sebagai dasar negara.
Gerakan ini didirikan pada 7 Agustus 1949 oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di sebuah desa di Tasikmalaya, Jawa Barat. Setelah penangkapan dan eksekusi Sekarmadji oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada tahun 1962, gerakan Darul Islam mengalami perpecahan.
Baca juga : Pisa vs Inter, Laga Persahabatan Inzaghi Bersaudara Berakhir Imbang
Tujuan Pemberontakan DII/TII
Pemberontakan DII/TII bertujuan untuk menggoyahkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan merebut kekuasaan dari pemerintah yang sah. Ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah merupakan alasan utama di balik pemberontakan ini.
Di Jawa Barat, Kartosuwiryo mendirikan DI/TII sebagai bentuk protes terhadap kesepakatan Renville dengan Belanda yang dianggap menghambat kemerdekaan penuh Indonesia dari penjajahan Belanda. Di Jawa Tengah, ketidakpuasan serupa juga muncul, terutama terkait dengan kesepakatan yang dianggap merugikan kepentingan bangsa Indonesia.
Di Sulawesi Selatan, pemberontakan dipicu oleh penolakan untuk bergabung dengan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Di Kalimantan Selatan, ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat dan keinginan untuk bergabung dengan Negara Islam Indonesia menjadi latar belakang pemberontakan. Sementara di Aceh, kekecewaan muncul akibat pengingkaran Soekarno terhadap janji menjadikan Aceh sebagai daerah istimewa dengan hak menerapkan syariat Islam sendiri.
Pemberontakan DII/TII di Berbagai Wilayah
Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dimulai pada Februari 1948 dengan pendirian Negara Islam Indonesia dan Tentara Islam Indonesia (TII) oleh Kartosuwiryo untuk melawan Belanda dan pemerintah Republik Indonesia. Konflik ini berlangsung selama beberapa tahun dan berhasil dipadamkan pada tahun 1962.
Jawa Tengah
Di Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII dipimpin oleh Amir Fatah pada tahun 1949. Konflik ini berhasil ditangani dengan pembentukan pasukan khusus bernama Banteng Raider.
Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Muhammad Daud Beureueh pada tahun 1953. Konflik ini dipicu oleh penurunan status Aceh menjadi karesidenan dan keinginan untuk bergabung dengan Sumatera Utara. Pemberontakan ini baru dapat diatasi pada tahun 1962 setelah tercapainya kesepakatan antara pemerintah dan Aceh.
Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan, pemberontakan DI/TII dipimpin oleh Kahar Muzakar dengan nama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Pemberontakan ini terjadi karena penolakan untuk bergabung dengan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Konflik ini berhasil dipadamkan pada tahun 1965 setelah Kahar Muzakar ditembak mati.
Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar dengan kelompok Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT). Pemberontakan ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat dan keinginan untuk bergabung dengan Negara Islam Indonesia. Konflik ini berhasil diatasi pada tahun 1963 setelah Ibnu Hajar ditangkap dan dihukum mati.
Penulis : Rahmat zidan