Abstrak:
Pendidikan otoriter adalah sistem pendidikan yang menekankan kontrol ketat dan kekuasaan mutlak dari otoritas, seperti guru atau pengelola pendidikan, terhadap siswa. Dalam pendekatan ini, kebebasan siswa dibatasi, dan peran mereka dalam proses pembelajaran sangat terbatas. Artikel ini mengulas pengertian pendidikan otoriter, ciri-ciri yang menandainya, dampak yang ditimbulkan terhadap perkembangan siswa, serta alternatif pendidikan demokratis yang lebih terbuka dan memberi ruang bagi kreativitas serta pengembangan diri siswa. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang pendidikan otoriter, kita dapat berupaya menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan manusiawi.

Baca Juga : Jurnal Pendidikan NHT: Peningkatan Mutu Pembelajaran melalui Metode Think-Pair-Share

Pengertian Pendidikan Otoriter

Pendidikan otoriter adalah sebuah pendekatan pendidikan di mana keputusan tentang proses belajar mengajar, disiplin, dan aturan lainnya sepenuhnya dikendalikan oleh pengelola atau pengajar, dengan sedikit atau tanpa partisipasi siswa. Dalam sistem ini, siswa dianggap sebagai penerima informasi pasif, dan peran mereka dalam pembelajaran sangat dibatasi. Guru atau otoritas pendidikan lainnya diharapkan untuk memiliki kontrol penuh atas kelas dan pengajaran, dengan tujuan memastikan bahwa peraturan dan kebijakan yang ditetapkan diikuti dengan ketat.

Pendidikan otoriter seringkali dikaitkan dengan pendekatan yang sangat disiplin dan hierarkis, di mana guru memiliki otoritas yang besar dan siswa tidak diberi ruang untuk menyuarakan pendapat atau berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Konsep ini berakar pada pola pikir yang lebih kaku dan tradisional dalam pendidikan, yang tidak selalu memperhitungkan perkembangan individu siswa atau kebutuhan mereka untuk berkreasi dan berpikir kritis.

Ciri-Ciri Pendidikan Otoriter

Beberapa ciri yang menandai sistem pendidikan otoriter meliputi:

  1. Kekuasaan Guru yang Mutlak
    Dalam pendidikan otoriter, guru memiliki kekuasaan yang hampir tidak terbatas di dalam kelas. Mereka bertanggung jawab untuk membuat keputusan dan mengendalikan semua aspek pembelajaran, dari materi yang diajarkan hingga cara penyampaiannya. Siswa diharapkan untuk mengikuti instruksi tanpa pertanyaan atau diskusi.
  2. Pengajaran yang Terpusat pada Guru
    Sistem pendidikan ini menempatkan guru sebagai pusat dari seluruh proses pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan tanpa diberi kesempatan untuk berinteraksi aktif atau mengajukan pertanyaan.
  3. Disiplin yang Ketat
    Pendidikan otoriter biasanya melibatkan peraturan yang sangat ketat dan hukuman yang jelas jika aturan dilanggar. Proses pembelajaran lebih banyak difokuskan pada pengawasan dan kontrol daripada pada kreativitas atau diskusi.
  4. Kurangnya Partisipasi Siswa
    Siswa tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai pembelajaran mereka. Semua keputusan tentang cara belajar, waktu ujian, atau tugas dilakukan oleh guru tanpa masukan dari siswa.
  5. Keterbatasan Kreativitas
    Dalam sistem pendidikan otoriter, tidak ada banyak ruang bagi siswa untuk mengekspresikan kreativitas atau berpikir secara bebas. Proses belajar mengajar lebih banyak berfokus pada hafalan dan pemahaman materi yang terstruktur ketat, tanpa memberi ruang untuk eksplorasi ide.

Dampak Pendidikan Otoriter terhadap Siswa

Meskipun pendidikan otoriter mungkin dapat menghasilkan disiplin dan kontrol yang tinggi dalam waktu singkat, pendekatan ini seringkali membawa dampak negatif terhadap perkembangan siswa. Beberapa dampak yang dapat terjadi akibat penerapan pendidikan otoriter adalah:

  1. Kurangnya Keterampilan Berpikir Kritis
    Karena siswa hanya diminta untuk mengikuti instruksi tanpa pertanyaan, mereka tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis. Ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk memecahkan masalah secara mandiri atau berpikir di luar kebiasaan.
  2. Penurunan Kreativitas
    Keterbatasan ruang untuk berkreasi dan bereksperimen dengan ide-ide baru dapat membuat siswa kehilangan minat dalam belajar dan berkembang. Mereka tidak didorong untuk mengeksplorasi pemikiran kreatif atau berinovasi dalam pembelajaran mereka.
  3. Stres dan Ketakutan
    Sistem yang sangat disiplin dan penuh kontrol dapat menyebabkan siswa merasa tertekan dan takut akan hukuman jika mereka membuat kesalahan. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan mental siswa dan menurunkan motivasi belajar mereka.
  4. Ketergantungan pada Otentikasi Eksternal
    Pendidikan otoriter dapat membuat siswa menjadi sangat bergantung pada otoritas guru atau pengelola pendidikan untuk setiap keputusan yang diambil. Mereka tidak diajarkan untuk mengambil inisiatif atau membuat keputusan sendiri, yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk berkembang sebagai individu yang mandiri.
  5. Kehilangan Rasa Inisiatif
    Karena siswa tidak diberikan ruang untuk mengambil keputusan atau bertindak berdasarkan pilihan mereka sendiri, rasa inisiatif mereka cenderung terhambat. Ini dapat membatasi potensi mereka dalam mengambil tanggung jawab atau mengembangkan keterampilan kepemimpinan di kemudian hari.

Alternatif Pendidikan Demokratis

Sebagai alternatif dari pendidikan otoriter, pendidikan demokratis menawarkan sistem pembelajaran yang lebih terbuka, inklusif, dan berbasis partisipasi aktif. Dalam sistem pendidikan demokratis, siswa diberikan kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan tentang cara mereka belajar dan apa yang mereka pelajari. Beberapa prinsip utama dalam pendidikan demokratis meliputi:

  1. Pemberdayaan Siswa
    Pendidikan demokratis menempatkan siswa sebagai agen aktif dalam pembelajaran mereka. Mereka diberi kebebasan untuk memilih topik yang ingin dipelajari, serta menentukan metode belajar yang sesuai dengan gaya belajar mereka.
  2. Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan
    Siswa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kurikulum, cara mengajar, dan aturan di dalam kelas. Ini membantu mereka merasa lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka.
  3. Pendidikan yang Menghargai Keberagaman
    Pendidikan demokratis juga berfokus pada penghargaan terhadap keberagaman dan perbedaan individu. Siswa diajarkan untuk menghargai perbedaan pandangan dan berkolaborasi dengan sesama untuk mencapai tujuan bersama.
  4. Fokus pada Pengembangan Keterampilan Sosial dan Emosional
    Selain keterampilan akademis, pendidikan demokratis juga memberi perhatian pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional siswa. Ini membantu siswa menjadi pribadi yang lebih seimbang, dengan keterampilan untuk berinteraksi dan bekerja sama dalam masyarakat.
  5. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kritis
    Dalam sistem pendidikan demokratis, pembelajaran tidak hanya berfokus pada penghafalan materi, tetapi juga pada pengembangan kemampuan berpikir kritis melalui pendekatan berbasis masalah. Siswa diberi tantangan untuk menyelesaikan masalah yang relevan dengan kehidupan mereka.

Kesimpulan

Pendidikan otoriter adalah pendekatan yang sangat menekankan kontrol ketat dan hierarki dalam proses belajar mengajar. Meskipun pendekatan ini dapat memberikan disiplin yang tinggi, dampak negatif terhadap perkembangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kesehatan mental siswa tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, penting untuk beralih ke sistem pendidikan yang lebih demokratis dan berbasis partisipasi, di mana siswa dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal, menjadi individu yang mandiri, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Dengan memberikan lebih banyak kebebasan, ruang kreatif, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembelajaran, kita dapat menciptakan pendidikan yang lebih manusiawi dan inklusif.

Penulis : Wayan Arlina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *