Pentingnya Sinergi Teknokrasi dan Politik dalam Kebijakan Ekonomi: Saran Boediono untuk Prabowo
Pemerintahan yang efektif membutuhkan keseimbangan antara teknokrasi dan politik dalam perumusan serta implementasi kebijakan ekonomi. Mantan Wakil Presiden Indonesia, Boediono, menegaskan pentingnya sinergi antara kedua aspek tersebut agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam acara Indonesia Economic Summit 2025 yang digelar pada 18 Februari 2025, Boediono menyampaikan bahwa teknokrasi yang kuat harus didukung oleh kebijakan politik yang matang. “Para teknokrat menyusun ide dan konsep kebijakan yang berkualitas tinggi, sementara politisi mendukung implementasinya dengan cepat dan efektif,” ujar Boediono dalam acara yang berlangsung di Jakarta Pusat.
Pembangunan Butuh Perencanaan Jangka Panjang
Sebagai ekonom senior dan mantan Gubernur Bank Indonesia (2008-2009), Boediono menekankan bahwa pembangunan ekonomi tidak bisa dilakukan secara instan. “Tidak ada jalan pintas untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Semua harus dilakukan dengan rencana operasional yang matang dan disiplin koordinasi antar-lembaga,” tambahnya.
Menurut Boediono, tanpa perencanaan yang matang dan koordinasi yang baik antara lembaga pemerintah, kebijakan yang dikeluarkan berisiko tidak efektif dan bahkan bisa merugikan perekonomian nasional. Ia menyarankan agar pemerintah saat ini lebih banyak melibatkan para ahli dalam perumusan kebijakan untuk menghindari keputusan yang tergesa-gesa dan kurang matang.
Kritik terhadap Kebijakan Pajak Pemerintah
Senada dengan Boediono, ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, juga mengkritik keputusan pemerintah terkait kebijakan perpajakan, khususnya rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut dibuat tanpa proses diskusi yang cukup dengan para teknokrat.
“Kenaikan PPN 12 persen sudah lama dibahas, tetapi pembatalannya dilakukan secara mendadak tanpa melalui diskusi yang komprehensif dengan para ahli ekonomi,” kata Wijayanto pada 22 Januari 2025. Ia menambahkan bahwa keputusan mendadak semacam ini berisiko menciptakan ketidakpastian dalam perekonomian dan merugikan masyarakat serta dunia usaha.
Sepanjang Desember 2024, kebijakan kenaikan PPN ini menuai banyak polemik di masyarakat. Awalnya, Ketua Komisi Bidang Keuangan DPR, Mukhamad Misbakhun, menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN akan diterapkan secara selektif, terutama untuk barang mewah. Namun, pada 21 Desember 2024, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen akan berlaku untuk semua barang dan jasa yang sebelumnya dikenai tarif 11 persen, kecuali beberapa kebutuhan pokok masyarakat.
Akhirnya, pada 31 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto mengambil sikap dan mengumumkan bahwa kenaikan PPN 12 persen hanya akan berlaku untuk barang mewah yang masuk kategori Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Keputusan ini diambil setelah melihat gejolak di masyarakat yang menolak kebijakan tersebut.
Dampak Kebijakan yang Tidak Sinkron
Kebijakan yang tidak sinkron antara teknokrasi dan politik sering kali menimbulkan kebingungan di masyarakat dan pelaku usaha. Menurut Boediono, situasi seperti ini bisa dihindari jika ada komunikasi yang lebih baik antara pemerintah, teknokrat, dan masyarakat.
“Teknokrasi tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan politik, begitu pula sebaliknya. Jika keduanya tidak berjalan beriringan, maka kebijakan yang dihasilkan cenderung kurang efektif dan sulit diterima masyarakat,” tegasnya.
Saran Boediono untuk Pemerintahan Prabowo
Untuk menghindari kebijakan yang kontraproduktif, Boediono memberikan beberapa saran kepada pemerintahan Presiden Prabowo:
- Perencanaan Jangka Panjang
- Pemerintah harus memiliki visi jangka panjang dalam setiap kebijakan ekonomi yang diambil. Perencanaan yang matang dan berbasis data sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
- Keterlibatan Teknokrat yang Lebih Besar
- Dalam perumusan kebijakan ekonomi, pemerintah harus lebih banyak melibatkan pakar dan akademisi agar setiap kebijakan yang diambil berbasis pada kajian ilmiah dan bukan sekadar kepentingan politik jangka pendek.
- Koordinasi yang Lebih Baik antar Lembaga
- Kebijakan ekonomi sering kali melibatkan banyak pihak, mulai dari kementerian hingga lembaga independen. Oleh karena itu, koordinasi yang lebih baik diperlukan agar kebijakan yang diterapkan lebih efektif dan tidak membingungkan masyarakat.
- Sosialisasi yang Lebih Baik kepada Publik
- Sebelum menerapkan kebijakan, pemerintah harus melakukan sosialisasi yang lebih baik kepada masyarakat dan dunia usaha agar tidak menimbulkan ketidakpastian yang bisa berdampak negatif terhadap perekonomian.
Kesimpulan
Pemerintahan yang efektif memerlukan keseimbangan antara teknokrasi dan politik. Tanpa adanya koordinasi yang baik, kebijakan yang dihasilkan bisa menjadi tidak efektif atau bahkan merugikan masyarakat.
Boediono menegaskan bahwa pembangunan ekonomi harus dilakukan dengan rencana jangka panjang dan tidak bisa instan. Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo perlu memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak hanya mempertimbangkan aspek politik, tetapi juga melibatkan pakar yang memiliki pemahaman mendalam mengenai ekonomi.
Dengan mengikuti saran Boediono, pemerintahan saat ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih efektif, bermanfaat bagi masyarakat, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penulis : rizki