artikel

Peringatan Penting pada 18 Februari: Hari Kemerdekaan Gambia dan Tragedi Penculikan Reporter Metro TV

Pada tanggal 18 Februari, terdapat sejumlah peringatan penting yang mencakup peristiwa bersejarah baik di Indonesia maupun dunia internasional. Di antara peringatan tersebut, yang paling mencolok adalah Hari Kemerdekaan Gambia, yang jatuh pada tanggal ini setiap tahunnya, serta tragedi penculikan dua reporter Metro TV pada tahun 2005.

Mengenang Tragedi Penculikan Dua Reporter Metro TV

Tanggal 18 Februari juga menjadi momen mengenang tragedi penculikan dua reporter Metro TV, Meutya Hafid dan juru kameranya, Budiyanto, yang terjadi pada tahun 2005. Keduanya disandera oleh kelompok Mujahidin Irak saat sedang melakukan liputan di Irak, tepatnya di Kota Ramadi, Baghdad. Kejadian ini mengguncang Indonesia dan dunia jurnalistik.

Setelah disandera selama beberapa hari, Meutya dan Budiyanto akhirnya dibebaskan pada 21 Februari 2005. Meutya Hafid kemudian menulis sebuah buku berjudul 168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak, yang diterbitkan pada 28 September 2007. Buku ini turut mencatatkan peran sejumlah tokoh penting, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menulis pengantar, serta beberapa tokoh lainnya yang berkontribusi dalam penulisan buku tersebut.

Hari Kemerdekaan Gambia: Sejarah Perjuangan Kemerdekaan

Pada tanggal 18 Februari, Gambia juga merayakan Hari Kemerdekaannya, yang menandai berakhirnya penjajahan oleh Britania Raya pada tahun 1965. Setelah meraih kemerdekaan, Gambia bergabung dalam Persemakmuran, meskipun negara ini menarik diri pada Oktober 2013.

Baca Juga : Axelo Tereliminasi dari Indonesian Idol XIII, Perjalanan Berakhir di Spektakuler Show 4

Kemerdekaan Gambia datang setelah berabad-abad berada di bawah pengaruh penjajah, mulai dari Portugis hingga Britania. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pendirian koloni di kawasan Sungai Gambia adalah perdagangan budak. Sejak kemerdekaannya, Gambia mengalami periode stabil, meskipun sempat menghadapi masa kediktatoran militer pada 1994.

Setelah merdeka, Gambia awalnya menganut sistem monarki konstitusional dalam Persemakmuran, dengan Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara, yang diwakili oleh seorang gubernur jenderal. Namun, pada 1970, melalui sebuah referendum, Gambia menjadi negara republik dalam Persemakmuran, meskipun sempat gagal dalam referendum pertama untuk mengubah konstitusi.

Baca Juga : Jay Idzes: Kepemimpinan yang Diakui di Venezia dan Masa Depannya yang Cerah

Dengan demikian, tanggal 18 Februari bukan hanya menjadi momen bersejarah bagi Gambia, tetapi juga mengingatkan kita akan keberanian para jurnalis dalam menghadapi risiko, serta pentingnya menjaga kemerdekaan dan kedaulatan negara.

Penulis : Alif Nur Tauhidin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *