Profil Rohidin Mersyah: Perjalanan Karier hingga Terjerat Kasus Korupsi
Pendahuluan Kasus korupsi di kalangan pejabat publik kembali mencuat dengan penangkapan Gubernur Bengkulu nonaktif, Rohidin Mersyah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkannya sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pemerasan terhadap pejabat daerah. Kasus ini menjadi sorotan nasional mengingat Rohidin merupakan sosok yang sebelumnya dikenal sebagai pemimpin daerah yang berkomitmen terhadap pembangunan. Lalu, siapa sebenarnya Rohidin Mersyah? Berikut profil dan perjalanan kariernya hingga terjerat kasus korupsi.
Profil Rohidin Mersyah Rohidin Mersyah lahir di Bengkulu pada 9 Januari 1970. Ia mengawali pendidikannya di daerah asalnya sebelum melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Dalam kehidupan pribadi, ia menikah dengan Derta Wahyulin dan dikaruniai tiga orang anak. Sebagai seorang akademisi, Rohidin dikenal memiliki latar belakang pendidikan yang cukup mumpuni di bidang pemerintahan dan kebijakan publik.
Perjalanan Karier Rohidin Mersyah Sebelum menjabat sebagai Gubernur Bengkulu, Rohidin memiliki pengalaman panjang di dunia pemerintahan. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Bengkulu Selatan sebelum akhirnya terpilih sebagai Wakil Gubernur Bengkulu pada periode 2016-2021. Setelah Gubernur Bengkulu sebelumnya tersandung kasus hukum, Rohidin kemudian diangkat menjadi Gubernur definitif hingga kembali mencalonkan diri pada periode berikutnya.
Di masa kepemimpinannya, Rohidin dikenal dengan berbagai program pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. Ia juga aktif dalam mendorong sektor pariwisata dan pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, di tengah perjalanan politiknya, dugaan keterlibatannya dalam praktik korupsi mencoreng reputasinya sebagai pemimpin daerah.
Kasus Korupsi yang Menjerat Rohidin Mersyah Rohidin Mersyah ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada 23 November 2024. Dalam operasi tersebut, ditemukan amplop berisi uang dengan gambar wajah Rohidin yang diduga digunakan untuk praktik politik uang menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bengkulu 2024.
Selain itu, KPK menemukan uang tunai senilai Rp 7 miliar dalam berbagai mata uang, termasuk rupiah, dolar Amerika Serikat (USD), dan dolar Singapura (SGD). Dugaan sementara menyebutkan bahwa dana tersebut berasal dari pemerasan terhadap para kepala dinas dan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu sebagai modal kampanye Pilkada 2024.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengungkapkan bahwa praktik pemerasan ini telah berlangsung selama beberapa waktu. Selain Rohidin, KPK juga menetapkan Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, dan ajudannya, Evriansyah alias Anca, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dakwaan dan Pasal yang Dikenakan Atas perbuatannya, Rohidin Mersyah dan dua tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 55 KUHP yang menyangkut tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama.
Jika terbukti bersalah, Rohidin terancam hukuman pidana yang berat, termasuk pidana penjara hingga 20 tahun dan denda yang mencapai miliaran rupiah.
Dampak Kasus Korupsi terhadap Bengkulu Kasus ini menimbulkan dampak besar terhadap citra pemerintahan di Bengkulu. Masyarakat yang sebelumnya menaruh harapan pada kepemimpinan Rohidin kini merasa kecewa. Kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah pun semakin menurun, terutama karena kasus ini melibatkan pejabat tinggi yang seharusnya menjadi contoh bagi bawahannya.
Selain itu, kasus ini berpotensi mengganggu jalannya program-program pembangunan yang sedang berlangsung. Dengan adanya kasus hukum yang menjerat pemimpin daerah, berbagai kebijakan dan proyek strategis dikhawatirkan mengalami stagnasi atau bahkan terhenti.
Pelajaran dari Kasus Rohidin Mersyah Kasus ini kembali menjadi pengingat bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan sangat penting untuk mencegah praktik korupsi. Para pejabat publik harus memahami bahwa kepercayaan masyarakat merupakan aset berharga yang tidak boleh disalahgunakan demi kepentingan pribadi atau politik.
Selain itu, pengawasan terhadap penggunaan dana publik harus semakin diperketat. KPK dan lembaga pengawas lainnya harus lebih aktif dalam mendeteksi dan menindak segala bentuk penyimpangan di lingkungan pemerintahan.
Kesimpulan Rohidin Mersyah, yang sebelumnya dikenal sebagai pemimpin daerah yang memiliki visi pembangunan, kini harus menghadapi proses hukum atas dugaan korupsi yang menjeratnya. Kasus ini menjadi sorotan nasional dan kembali menegaskan pentingnya transparansi dalam pemerintahan.
Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan memberikan efek jera bagi pejabat lainnya agar tidak melakukan tindakan serupa. Dengan demikian, pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi dapat terwujud demi kesejahteraan masyarakat Bengkulu dan Indonesia pada umumnya.
Penulis : Rizki