Sedih, Madagaskar Alami Kelaparan Pertama di Dunia Akibat Perubahan Iklim

Sedih, Madagaskar Alami Kelaparan Pertama di Dunia Akibat Perubahan Iklim

 240 total views,  3 views today

Madagaskar Mengalami Kelaparan Parah Akibat Perubahan Iklim

Madagaskar, pulau yang indah di Samudra Hindia, kini menghadapi bencana kelaparan yang mengancam kehidupan jutaan penduduknya. Sejak empat tahun terakhir, curah hujan yang rendah telah menyebabkan sebagian besar wilayah ini berada di ambang kelaparan. Dan yang membuatnya semakin menyedihkan, kelaparan ini disebabkan oleh satu hal utama: perubahan iklim.

baca juga : Wahh Harga Samsung Galaxy Z Fold 5 Kabarnya Lebih Murah!

Biasanya, kelaparan disebabkan oleh beragam faktor, seperti bencana alam, konflik manusia, hama, dan korupsi politik. Namun, kali ini, laporan dari PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya menunjukkan bahwa Madagaskar mengalami kelaparan murni yang disebabkan oleh efek emisi gas rumah kaca – perubahan iklim yang mempengaruhi ketersediaan pangan.

Wilayah yang paling terdampak oleh bencana ini adalah Grand Sud, bagian selatan Madagaskar. Lebih dari 1,14 juta penduduknya saat ini berada dalam kondisi rawan pangan, dan PBB memperkirakan angka tersebut akan mencapai 28.000 pada bulan Oktober, dengan 110 ribu anak menghadapi risiko kekurangan gizi dan gangguan pertumbuhan permanen.

Para pejabat terkait dan ahli sepakat bahwa perubahan iklim adalah penyebab utama dari bencana ini. David Beasley, direktur eksekutif Program Pangan Dunia PBB (WFP), menyatakan bahwa situasi ini bukan karena konflik, melainkan akibat dari perubahan iklim yang nyata. Ironisnya, Madagaskar memiliki kontribusi emisi gas rumah kaca yang sangat kecil, kurang dari 0,01% dari total emisi global. Oleh karena itu, penderitaan yang mereka alami saat ini sangat tidak adil.

Sebelumnya, masyarakat di selatan Madagaskar mengandalkan hujan monsun yang teratur untuk bercocok tanam dan mencukupi kebutuhan pangan mereka. Namun, perubahan pola cuaca akibat perubahan iklim membuat hujan menjadi tidak dapat diprediksi.

Akibatnya, gagal panen menjadi masalah serius karena beberapa tahun kering berturut-turut. Ratusan ribu orang kini mengalami kelaparan dan kesulitan untuk mendapatkan makanan yang cukup.

Para pekerja kemanusiaan yang bekerja di Grand Sud menyampaikan gambaran yang mengerikan tentang kondisi di sana.

“Situasinya sangat pilu. Banyak keluarga berjuang mati-matian untuk menyediakan makanan bagi diri mereka dan anak-anak mereka,” ujar David Beasley.

Tidak hanya itu, jumlah anak-anak yang menderita malnutrisi akut di wilayah Grand Sud meningkat secara drastis. Antara Januari hingga Maret, jumlah anak yang dirawat karena kondisi ini meningkat empat kali lipat dari rata-rata lima tahun sebelumnya.

Shelley Thakral, juru bicara WFP, mengungkapkan keprihatinan serius mengenai situasi tersebut. Dia memperingatkan bahwa keadaan bisa semakin buruk dalam waktu dekat, mengingat waktu untuk musim tanam berikutnya hanya kurang dari dua bulan lagi, namun perkiraan produksi pangan sangat suram. Tanah yang tertutup pasir, kekurangan air, dan minimnya harapan untuk hujan merupakan masalah serius yang harus dihadapi oleh penduduk Grand Sud.

Madagaskar sekarang berada di titik kritis, dan upaya mendesak dari komunitas internasional diperlukan untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat yang berjuang di tengah bencana kelaparan akibat perubahan iklim ini. Selain itu, perlu juga fokus pada upaya mitigasi perubahan iklim global agar pulau ini tidak terus menderita akibat efek dari polusi dan emisi yang lebih besar dari negara-negara lain. Semoga bantuan dan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dapat memberikan harapan bagi Madagaskar dan masyarakatnya untuk mengatasi tantangan ini dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.

Sumber : Teknokrat

Penulis : Dwi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *