Skandal Korupsi BBM: Bensin Oplosan dan Kerugian Negara Triliunan Rupiah
Modus Licik Mafia BBM: Dari Impor Ilegal Hingga Bensin Oplosan
Jakarta, 3 Maret 2025
Saat negara tengah berjuang memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di tengah tantangan ekonomi, skandal korupsi BBM justru terungkap. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, bersama dua koleganya, diduga sengaja menurunkan produksi kilang minyak dalam negeri guna meningkatkan impor BBM. Keputusan ini diambil dalam rapat optimalisasi hilir bersama Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin, dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
Menurut sumber dari Kejaksaan Agung (Kejagung), langkah ini tidak lain bertujuan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu dengan menyedot dana besar dari pengadaan BBM impor. Padahal, kapasitas kilang minyak dalam negeri masih mampu memenuhi setidaknya 70% kebutuhan nasional.
“Di sinilah permainan mafia minyak berlangsung, supaya uangnya lebih banyak tersedot,” ungkap sumber tersebut kepada media.
Pemain Utama dalam Skandal BBM Oplosan
Kejagung telah menetapkan tiga orang dari Pertamina sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka juga berkolaborasi dengan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi, untuk mencari broker yang akan memfasilitasi impor minyak mentah dan produk kilang.
Beberapa nama dari perusahaan swasta yang terlibat dalam skandal ini antara lain:
- Muhammad Kerry Adrianto Riza – pemegang saham di beberapa perusahaan terkait.
- Dimas Werhaspati – Komisaris di PT Jenggala Maritim dan PT Navigator Khatulistiwa.
- Gading Ramadhan – Komisaris di PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Ketiga individu ini memiliki keterkaitan dengan PT Navigator Khatulistiwa, PT Jenggala Maritim, dan PT Orbit Terminal Merak. Mereka berperan dalam memenangkan pengadaan minyak mentah dan produk kilang dengan harga yang telah dimanipulasi.
Agus Purwono dari Pertamina berperan dalam negosiasi harga impor dengan Gading dan Dimas, memastikan bahwa harga yang disepakati tetap tinggi. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan broker yang mereka kendalikan bisa memenangkan tender, meskipun persyaratan teknis tidak sepenuhnya terpenuhi.
Strategi Licik: Minyak Kualitas Rendah Dibeli dengan Harga Tinggi
Setelah memenangkan tender pengadaan, eksekusi impor minyak mentah dilakukan dengan berbagai manipulasi. Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkap bahwa minyak yang dibeli seharusnya memiliki kualitas research octane number (RON) 92 atau Pertamax. Namun, kenyataannya, yang didatangkan justru minyak dengan RON 90 (Pertalite) dan RON 88 (Premium).
“Dokumen-dokumen pembelian ada. Yang dibeli adalah bensin dengan RON 90 ke bawah, tetapi dibayar dengan harga Pertamax,” ungkap Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung.
Modus ini semakin diperparah dengan praktik pengoplosan bensin yang dilakukan di fasilitas PT Orbit Terminal Merak milik Kerry Adrianto. Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, bekerja sama dengan Commodity Trader PT Pertamina Patra Niaga, Edward Cone, dalam proses ini.
Maya memerintahkan Edward untuk mengoplos bensin RON 88 dengan RON 92 agar tampak seperti bensin berkualitas Pertamax. Faktanya, kualitas bensin yang dihasilkan jauh di bawah standar yang diiklankan kepada masyarakat.
Bantahan Pertamina dan Respons Kejaksaan
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, sempat membantah tudingan ini. Dalam pernyataan resminya, ia menyatakan bahwa Pertamina hanya melakukan injeksi warna dan aditif untuk membedakan jenis bensin, bukan mengoplos bahan bakar yang dijual ke publik.
Namun, Kejaksaan Agung tidak terpengaruh oleh bantahan tersebut.
“Yang mereka katakan mungkin benar untuk saat ini, tetapi kami menyelidiki praktik dari 2018 hingga 2023,” tegas Harli Siregar.
Kerugian Negara: Triliunan Rupiah Raib
Selain permainan kualitas BBM, skandal ini juga mencakup penggelembungan nilai kontrak pengiriman (shipping). Yoki Firnandi bertanggung jawab dalam strategi ini dengan menaikkan biaya pengiriman hingga 13-15% lebih tinggi dari harga pasar, yang kemudian dinikmati sebagai keuntungan oleh para broker swasta yang terlibat.
Menurut Jaksa Agung ST Burhanuddin, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun hanya pada tahun 2023. Mengingat praktik ini berjalan selama lima tahun, jumlah total kerugian diperkirakan bisa mencapai nyaris Rp 1.000 triliun.
“Rp 190 triliun itu hanya satu tahun. Jika dihitung selama lima tahun, totalnya bisa jauh lebih besar,” ujar Burhanuddin.
Barang Bukti dan Tindakan Hukum
Kejaksaan Agung telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk rumah para tersangka, kantor PT Jenggala Maritim, dan kediaman konglomerat minyak Riza Chalid di Plaza Asia. Riza Chalid sendiri diketahui sebagai ayah dari Kerry serta ayah angkat dari Gading.
Dalam penggeledahan ini, penyidik menemukan:
- Uang tunai
- 20 lembar pecahan SGD 1.000
- 200 lembar USD 100
- 4.000 lembar Rp 100 ribu
- Uang tunai Rp 837 juta
- Dokumen dan barang bukti elektronik
- 34 map ordner dokumen
- 89 bundel dokumen
- Dua CPU
- DVR serta CCTV dari rumah Riza Chalid
Kejagung juga telah memeriksa 96 saksi dan dua ahli dalam upaya membongkar skandal ini. Selain itu, mereka juga telah menggeledah kantor PT Orbit Terminal Merak dan menemukan 95 bundel dokumen tambahan.
Kesimpulan: Kasus Korupsi BBM Terbesar dalam Sejarah
Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia, dengan dampak luas bagi ekonomi negara dan kepercayaan masyarakat terhadap sektor energi. Dengan nilai kerugian negara yang fantastis, Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau.
Saat ini, Kejagung masih terus mendalami peran lebih banyak individu dalam skandal ini. Masyarakat pun menunggu langkah lebih lanjut dari aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa para pelaku benar-benar mendapat hukuman setimpal.
Penulis: M. Rizki