politik identitas

Politik Identitas: Menyatukan atau Memecah Belah Bangsa?

Dalam kehidupan demokrasi, perbedaan adalah hal yang wajar. Namun, ketika politik mulai menyentuh sisi identitas seperti suku, agama, ras, dan golongan (SARA), dinamika politik bisa jadi lebih panas. Itulah yang disebut dengan politik identitas—strategi yang digunakan untuk meraih simpati kelompok tertentu dengan mengangkat unsur identitas mereka sebagai nilai jual politik.

Pertanyaannya, apakah politik identitas ini membawa manfaat atau justru malah memperparah perpecahan bangsa? Jawabannya tidak sesederhana putih dan hitam. Mari kita bahas lebih dalam.


Apa Sebenarnya Politik Identitas Itu?

Secara sederhana, politik identitas adalah strategi atau pendekatan dalam politik yang menggunakan identitas kelompok—seperti agama, etnis, atau budaya—untuk membangun dukungan. Strategi ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari kampanye yang menonjolkan kesamaan budaya dengan calon pemilih, hingga retorika yang menyinggung perbedaan untuk menciptakan “kami vs mereka”.

Bukan berarti menyuarakan identitas adalah sesuatu yang keliru. Dalam banyak kasus, politik identitas bisa menjadi alat pemberdayaan kelompok minoritas yang selama ini terpinggirkan. Tapi masalahnya muncul ketika identitas digunakan secara eksklusif atau manipulatif demi kepentingan elektoral semata.


Apakah Politik Identitas Selalu Negatif?

Tidak juga. Politik identitas bisa memberikan ruang bagi suara-suara yang sebelumnya tidak terdengar. Misalnya, ketika kelompok marginal atau minoritas mendapatkan ruang representasi politik, itu bisa menjadi bentuk keadilan sosial.

Namun, ketika politik identitas dipakai dengan cara yang memecah belah—seperti menstigmatisasi kelompok lain atau menyebarkan narasi intoleran—di situlah bahaya besar muncul.

Berikut dua sisi dari politik identitas:

Dampak Positif:

  • Meningkatkan kesadaran akan keberagaman.
  • Mendorong keterwakilan kelompok yang terpinggirkan.
  • Menumbuhkan solidaritas dan partisipasi politik.

Dampak Negatif:

  • Memperbesar jurang antar kelompok masyarakat.
  • Memicu konflik horizontal.
  • Menurunkan kualitas demokrasi karena lebih fokus pada “siapa kamu” daripada “apa gagasanmu”.

Bagaimana Politik Identitas Bisa Memecah Belah Bangsa?

Salah satu risiko terbesar dari politik identitas adalah polarisasi. Ketika pemilih diarahkan untuk memilih berdasarkan identitas, bukan kualitas atau visi calon, maka yang terjadi adalah pembentukan kubu-kubu yang saling curiga bahkan saling memusuhi.

Contohnya:

  • Kampanye yang menyudutkan agama atau suku tertentu bisa menimbulkan rasa tidak aman bagi kelompok tersebut.
  • Penyebaran hoaks berbasis identitas bisa memperkuat stereotip dan memperburuk hubungan antarwarga.
  • Penggunaan simbol-simbol agama atau budaya dalam politik bisa menimbulkan kesan eksklusivitas dan diskriminasi terhadap yang berbeda.

Inilah yang membuat politik identitas bisa menjadi ancaman serius bagi keutuhan bangsa jika tidak dikelola dengan bijak.


Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan Sebagai Pemilih?

Sebagai masyarakat yang hidup dalam negara demokrasi yang plural, kita punya peran penting untuk menjaga agar perbedaan tidak berubah jadi permusuhan. Berikut beberapa langkah bijak yang bisa kita lakukan:

  1. Pilih berdasarkan gagasan, bukan identitas semata
    Tanyakan: Apa program yang ditawarkan? Apa rekam jejaknya? Apakah visinya inklusif?
  2. Cek sumber informasi sebelum percaya
    Jangan langsung percaya pada pesan bernada provokatif yang menyudutkan kelompok tertentu. Biasakan cek fakta.
  3. Bangun ruang diskusi yang sehat
    Perbedaan pandangan politik itu sah-sah saja. Yang penting tetap saling menghargai dan terbuka untuk berdialog.
  4. Dukung narasi persatuan
    Berikan perhatian pada pemimpin atau tokoh yang membawa semangat inklusivitas, bukan yang memecah belah.

Apakah Politik Identitas Bisa Disatukan dengan Semangat Kebangsaan?

Bisa banget, asal dijalankan dengan semangat inklusif dan menjunjung persatuan. Mengakui identitas kelompok tidak sama dengan memecah belah, selama itu tidak digunakan untuk mendiskriminasi yang lain.

Dalam negara yang majemuk seperti Indonesia, identitas justru bisa menjadi kekuatan jika dirangkul, bukan dipertentangkan. Politik seharusnya menjadi alat untuk menyatukan keberagaman, bukan memperuncing perbedaan.


Kesimpulan: Identitas Boleh, Tapi Jangan Jadi Alat Permusuhan

Politik identitas memang tidak bisa dihindari, apalagi dalam masyarakat yang multikultural. Tapi tugas kita bersama adalah memastikan bahwa politik dijalankan dengan cara yang sehat dan menyatukan.

Jangan mudah terprovokasi hanya karena beda latar belakang. Yang terpenting adalah kualitas gagasan, integritas, dan kepedulian terhadap rakyat. Karena pada akhirnya, bangsa ini bisa kuat bukan karena seragam, tapi karena mampu berjalan bersama dalam keberagaman.

Penulis: Shella Mutia Rahma.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *