Jakarta – Tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi dakwaan perintangan penyidikan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Koordinator juru bicara tim hukum, Febri Diansyah, menilai bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keliru dalam menafsirkan aturan terkait obstruction of justice.
Febri mengungkapkan bahwa KPK memasukkan kejadian sebelum surat perintah penyidikan (sprindik) diterbitkan ke dalam dakwaan. Padahal, berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), perintangan perkara seharusnya hanya berlaku pada tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan.
Tafsir Keliru dalam Dakwaan
Menurut Febri, KPK menerapkan tafsir yang keliru terhadap Pasal 21 UU Tipikor. Ia menegaskan bahwa seharusnya dakwaan terkait perintangan penyidikan baru dapat dikenakan setelah proses penyidikan resmi dimulai.
BACA JUGA : Pengurus RW di Jakarta Barat Diperiksa Polisi Terkait Edaran THR, Ini Hasilnya
Dalam dakwaan yang diajukan, Hasto disebut melakukan tindakan perintangan saat operasi tangkap tangan (OTT) berlangsung. Namun, Febri mempertanyakan keabsahan tuduhan tersebut karena belum ada sprindik pada saat kejadian. Tim hukum Hasto juga berencana mengajukan protes terhadap dakwaan yang dinilai tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Kontroversi Penenggelaman Ponsel
Salah satu tuduhan dalam dakwaan menyebutkan bahwa Hasto memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya sebelum menjalani pemeriksaan di KPK. Namun, Febri membantah tuduhan tersebut dengan menyatakan bahwa Kusnadi sudah memberikan kesaksian dalam sidang praperadilan bahwa tindakan yang dilakukan bukanlah perusakan, melainkan proses melarung.
Febri juga menyoroti ketidakkonsistenan KPK dalam menyusun dakwaan. Ia menyatakan bahwa handphone yang diklaim dirusak oleh Kusnadi tidak ditemukan, sehingga tuduhan bahwa ponsel tersebut berisi informasi terkait Harun Masiku dianggap tidak berdasar.
Dakwaan Suap dalam Kasus PAW DPR
Selain perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa memberikan suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Bersama dengan Advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan buronan Harun Masiku, Hasto diduga menyerahkan sejumlah uang agar Harun bisa mendapatkan kursi DPR melalui mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW).
Dasar Hukum yang Dikenakan
Dalam kasus perintangan penyidikan, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, ia juga dikenakan Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, dalam dugaan suap, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001. Ia juga dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus ini masih dalam tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan menjadi sorotan publik, terutama terkait tafsir hukum yang digunakan dalam dakwaan.
Penulis: Gilang Ramadhan